model pengembangan kurikulum

Posted on

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan kurikulum  tidak dapat  lepas  dari  berbagai  aspek  yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya,  dan  sosial),  proses  pengembangan,  kebutuhan  peserta  didik,  kebutuhan masyarakat  maupun  arah  program  pendidikan. Aspek-aspek tersebut  akan menjadi bahan  yang perlu  dipertimbangkan  dalam  suatu pengembangan  kurikulum. Model  pengembangan  kurikulum  merupakan  suatu alternatif  prosedur  dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan  mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat  menggambarkan  suatu proses  sistem  perencanaan  pembelajaran  yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk 2009: 74).

Berbagai macam model kurikulum telah dikembangkan oleh para ahli kurikulum, pendidikan dan psikologi. Sudut pandang ahli yang satu terkadang berbeda dengan sudut pandang ahli yang lain. Ada yang memandang dari sudut isinya dan ada juga yang memandang dari sisi pengelolaanya (sentralisitik/desentralistik). Tidak sedikit pula ahli yang mengembangkan model kurikulum dari sisi proses penggunaan kurikulum tersebut. Namun demikian, jika anda teliti lebih lanjut, para ahli tersebut mempunyai satu tujuan/arah yaitu mengoptimalkan kurikulum.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas pemakalah ingin memperjelas dengan rumusan dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Apa Definisi Model Pengembangan Kurikulum?

2. Ada Berapa Model yang Dipergunakan dalam Pengembangan Kurikulum?

3. Apa Pendekatan Pengembangan Kurikulum?

4. Ada Berapa Macam Pendekatan Pengembangan Kurikulum?

C. Tujuan Pembahasan

1. Menjelaskan Definisi Model Pengembangan Kurikulum

2. Menjelaskan Berbagai Jenis Model Pengembangan Kurikulum

3. Menjelaskan Pendekatan Pengembangan Kurikulum

4. Menjelaskan Berbagai Jenis Pendekatan Pengembangan Kurikulum

BAB II`

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. DEFINISI MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk dapat tercapainya proses belajar mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggota stafnya. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 59)

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62)

Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.

Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Jadi model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. (http://wulanendang.blogspot.com/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum)

Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum.

Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.

Menurut Ralph Tyler ((H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62) mengatakan, bahwa ada empat penentu dalam pengembangan kurikulum:

a. Menentukan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial.

b. Menentukan proses pembelajaran

Menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik.

c. Menentukan organisasi pengalaman belajar

Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.

d. Menentukan evaluasi pembelajaran

Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.

Menurut Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)

Menurut Beane, Toefer dan Allesia menyatakan bahwa perencanaan ataw pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative ( line staff ), the grass roots,  Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan  Emerging technical model. Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk memahami model pengembangan kurikulum.

B. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Model Zais

Robert S.zais (1978) mengemukakan empat macam model pengembangan kurikulum. Antara lain :

a. Model Administratif

Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan dan mengunakan prosedur administrasi.

Model pengembangan ini bersifat sentralisasi. Cara kerjanya yaitu atasan – bawahan (top – down) Kerjanya model ini adalah pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan staf pengajar inti. Panitia pengarah ini bertugas merencanakan memberikan pengarahan tentang garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. Selesai pekerjaan tersebut mereka menunjuk kelompok kerja sesuai dengan keperluan anggota, kelompok kerja umumnya terdiri atas staf pengajar dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila dipandang perlu, akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya.

Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratif kita dapat menandai ada 2 kegiatan di dalamnya yaitu kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurikulum dengan baik, dan kegiatan evaluasi.

Model pengembangan kurikulum Robert S.Zais ini sering disebut model administratif atau model garis dan staf atau bisa juga disebut model dari bawah ke atas. Disebut demikian karena dalam pengembangannya, sbb. :

Ø Pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah.

Ø Panitia pengarah merencanakan, mengarahkan dan menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan (terdir dari pengawas, kepala sekolah dan guru inti).

Ø Panitia pengarah membentuk Panitia kerja yang terdi dari staf pengajar dan ahli kurikulum.

Ø Komisi-komisi dari panitia kerja melakukan uji coba.

Ø Hasil uji coba dievaluasi oleh panitia pengarah untuk kemudian diuji cobakan lagi, baru diputuskan untuk dilaksanakan.

b. Model Grass Roots

Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari model adaministratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam prosesnya pengembangan ini diawali atau dimulai dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifek menuju bagian-bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots, di antaranya :

1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional;

2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan kurikulum;

3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi;

4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip, maupun rencana-rancana.

Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat. (E. Mulyasa, 2006: 99 – 100)

c. Model Terbalik Hilda Taba

Model yang dikemukakan Hilda (E. Mulyasa, 2006: 103 – 104) ini berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya ini dinamakan model terbalik.Model ini diawali justru dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan untuk meneukan antara teori dan praktek.

Pengembangan model ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu :

Ø Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar.

Ø Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajar.

Ø Menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta mengkonsolidasikannya.

Ø Menyususn kerangka teroritis.

Ø Menyususn kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya.

d. Model pemecahan masalah

Dikenal dengan nama action research model. Kurikulum model ini sudah melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi siswa, orang tua guru, srta system sekolah sukmadinata (2005: 169) menyebutkan ada dua langkah dalam penyusunan kurikulum jenis ini:

Ø Melakukan kajian tentang data-data yang dikumpulkan sebagai bahan penyusunan kurikulum, data yang dikumpulkan hendaknya valid dan riabel agar dapat digunakan sebagai dasar yang kuat karena data yang lemah akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Ø Melakukan implementasi atas keputusan yang dihasilkan pada langkah pertama. Dari proses ini akan diperoleh data-data (informasi) baru yang dimanfaatkan untuk mengefaluasimasalah-masalah yang muncul di lapangan sebagai tindak lanjut untuk memperbaiki kurikulum.

Adapun dalam beberapa kajian lain selain dari empat model yang telah di kemukakan di atas, ada beberapa model kurikulum yang lain yaitu:

a. The Demostration Model 

Model demontrasi pada dasarnya bersifat grass-root, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan kurikulum. 

Menurut Smith, Stanley, dan Shores dalam Sukmadinata (2012:165), model demonstrasi ini terdiri atas dua bentuk, yaitu: 

1) Bentuk pertama cenderung bersifat formal, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah sat atu beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang, seperti direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, dan sebagainya. 

2) Bentuk kedua kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas. 

Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini (Sukmadinata, 2012:165), yaitu: 

1) Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau spek tertentu dari kurikulum yang lebih parkatis. 

2) Pengembangan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit kemungkinan untuk ditolak oleh administrator dibandingkan dengan pengembangan yang menyeluruh. 

3) Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model ini dapat mengatasi hambatan yang sering dialami, yaitu dokumentasinya bagus tetapi pelaksanaannya tidak ada. 

4) Model ini menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru. Selain memiliki kebaikan, model ini juga memiliki kelemahan, yaitu bagi guru-guru yang tidak berpartisifasi akan menerimanya dengan separuh hati dan yang terburuk mungkin akan terjadi apatisme. 

b. Beauchamp’s System Model 

Model ini dikemukakan oleh G.A. Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima langkah proses pengembangan kurikulum seperti yang dikutip oleh Sanjaya (2010:91) sebagai berikut. 

1) Menetapkan wilayah atau arena yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut. Wilayah tersebut bisa terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional. 

2) Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli pendidikan/kurikulum, para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah, para profesional dalam sistem pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. 

3) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. 

4) Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum, seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana dan fasilitas yang tersedia, manajemen sekolah, dan lain sebagainya.

5) Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut: evaluasi terhadapa pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap desain kurikulum, evaluasi keberhasilan anak didik, dan evaluasi sitem kurikulum. 

c. Roger’s Interpersonal Relations Model 

Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan (dalam Arifin, 2012:142). Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak memiliki perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini individu akan berubah. 

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata (2012:167) yaitu sebagai berikut:

1) Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut. 

Ø He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.

Ø He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.

Ø He has less need to protect bureaucratic rules.

Ø He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because hi is more open and less self-protective.

Ø He is more person oriented and democratic.

Ø He openly confronts personal emotional frictiona between himself and colleagues.

Ø He is more able to accept both positive and negative feedback and use it constructively.

2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para adminnistrator, dengan beberapa tambahan berikut. 

Ø He is more able to listen to students.

Ø He accepts innovative, torublesome ideas from students, rather than insisting on conformity.

Ø He pays as much attention to his relationships with student as he does to course content.

Ø He works out problems with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner.

Ø He develops an equalitarian and democratic classroom climate .

3) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:

Ø He feels freer to express both positive and negative feeling in class.

Ø He works through these feeling toward a realistic solution.

Ø A has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.

Ø He discovers that he is responsible for his own learning.

Ø He a we and fear of authority diminish as he finds teachers and admnistrators to be fallible human being.

Ø He finds that the learning process enables him to deal with his life.

4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. 

d. Emerging Technical Model 

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yang menurut Sukmadinata (2012:170) diantaranya: 

1) The behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan perilaku atau kemampuan. Perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku perilaku sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks. 

2) The System Analysis Model, berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. 

3) Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentfikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer dan dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.

2. Model Pengembangan Kurikulum Rogers

Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya. Adapun model-model tersebut sebagai berikut:

Model I (paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan informasi dan ujian. Hal ini didasari atas asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.

Model yang sederhana ini menggambarkan dua pertanyaan pokok yang menjadi inti model yaitu :

1. Mengapa saya mengajarkan mata pelajaran ini?

2. Bagaimana saya dapat mengetahui keberhasilan pelajaran yang saya ajarkan?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut tentu guru harus mempertimbangkan ketepatan dan kerelevansian bahan pelajaran yag diajarkan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat.

Model II adalah penyempurnaan dari model I dengan menambahkan pokok yang belum tercover pada model I yaitu mengenai metode dan organisasi bahan pelajaran. Pertanyaan yang menjadi gambaran pokok model ini adalah :

1. Mengapa saya mengajarkan bahan pelajaran ini dengan metode ini ?

2. Bagaimana saya harus mengorganisasikan bahan pelajaran ini ?

Model III pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan dari model II yang belum bias memberikan alternative pokok atas unsure teknologi pendidikan kedalamnya. Hal itu didasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan factor yang sangat menunjang dalam keberhasilan belajar mengajar. Pertanyaan pokok yang tercover dari model III adalah :

1. Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipergunakan dalam mata pelajaran ?

2. Alat atau media apakah yang dapat dipergunakan dalam pelajaran tertentu?

Namun, nampaknya perkembangan model kurikulum ini juga belum mencerminkan tujuan dari model pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu,disempurnakan lagi oleh model IV dengan memasukkan unsure tujuan didalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 50-53)

Model IV di samping berbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III, pada model IV ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan, yaitu tujuan. Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan digunakan.

C. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan kurikulum seyogyanya dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara integrative, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh.

Ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:

1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Studi Approach)

Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam system pendidikan kita sekarang disemua sekolah dan universitas. Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dank arena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang di ajarkan. (H.M Ahmad Dkk, 1997: 75 – 76)

2. Pendekatan Berorientasi pada tujuan

Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:

Ø Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum.

Ø Tujuan yang jelas pula didalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Ø Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.

Ø Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu menyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). (H.M Ahmad Dkk, 1997: 74)

3. Pendekatan dengan Organisasi Bahan

Ø Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum

Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.

Ø Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum

Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

Ø Pendekatan Struktural

Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas ilmu bumi, sejarah, dan ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topic) dari ilmu bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup suatu bidang studi.

Ø Pendekatan Fungsional

Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya.

Ø Pendakatan Tempat/Daerah

Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai segi wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.

Ø Pendekatan Pola Integrated Curriculum

Pendekatan ini di dasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.

Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan disekolah disrtai dengan penilaina yang intensif, dan penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengankomponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang mengambil keputusan kurikulum. (H.M Ahmad Dkk, 1997: 73)

4. Pendekatan Rekonstruksionalisme

Pendekatan ini memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti: polusi, ledakan, penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi. Dalam gerakan ini terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurikulum, yaitu:

Ø Rekonstruksionalisme Konservatif

Pendekatan ini menganjurkan agar pendidikan ditunjukkan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.

Ø Rekonstruksionalisme Radikal

Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun nonformal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 91)

5. Pendekatan Humanistik

Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan pengembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bahan integral dari proses belajar. Para pendidik humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu member hasil maksimal. (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 86)

6. Pendekatan Akuntabilitas

Akuntabilitas lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal penting dalam dunia pendidikan. Suatu system yang akuntabel menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.

Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum.

Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.

Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan.

B. Saran

Sebagai tenaga profesional guru dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan kurikulum karena kurikulum merupakan nadi penggerak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, penelitian atau memperkaya diri dengan melalui bahan bacaan, internet dan sebagainya.

Makalah ini sangat terbatas dalam menyajikan model-model pengembangan kurikulum dan masih banyak lagi model-model pengembangan kurikulum yang belum, oleh karena itu perlu dicari tahu lagi yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. M, Dkk. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV Putaka Setia

Hamaik,Oemar. 2011. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikuum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, N.S. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

http://wulanendang.blogspot.com/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum

http://emahannasijada.blogspot.com/2012/11/model-model-pengembangan-kurikulum. 22.03, 05-10-2013

2 respons untuk ‘model pengembangan kurikulum

Tinggalkan komentar