perkembangan kurikulum dari masa ke masa

Posted on

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kurikulum pada masa orde lama (kurikulum 1947. 1952, dan 1964) ?

2. Bagaimana kurikulum pada masa orde baru (kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994) ?

3. Bagaimana kurikulum pada masa reformasi (kurikulum 2002, 2004 dan 2006) ?

4. Bagaiamana perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru ?

C. Tujuan Makalah

1.Untuk mengetahui kurikulum pada masa orde lama (kurikulum 1947. 1952, dan 1964)

2.Untuk mengetahui kurikulum pada masa orde baru (kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994)

3.Untuk mengetahui kurikulum pada masa reformasi (kurikulum 2002, 2004 dan 2006)

4. Untuk mengetahui perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kurikulum Pada Masa Awal Kemerdekaan atau Masa Orde Lama

1. Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa belanda leer plan. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional.[1]

Kurikulum 1947 dilandasi dengna semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa, pendidikan pada masa ini lebih menekankan kepada pembentuka karakter manusia indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Kurikulum 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar pengajaran.

2. Kurikulum 1952

[2]Setelah Rencana Pelajaran 1947 , pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengejar di SD. Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri kurikulum 1952 ini bahwa setap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

3. Kurikulum 1964

Di penghujung era pemerintahan presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerinah mempunyai keinginaan agar rakyat mendapat penegetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.

Fokus kurikulum 1964 ini pada pengemabangan Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi yaitu ; moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan Dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.[3]

B. Kurikulum Pada Masa Orde Baru

1. Kurikulum 1968

[4]Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim orde lama ke pemerintahan rezim orde baru.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan organisasi mata pelajaran menjadi kelompok pembinaan Jiwa Pancasila, pengetahuan dasar , dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini pada materi apa saja yang dapat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan kepada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

2. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 disusun dengan berorientasi kepada tujuan pendidikan [5]. ini berarti bahwa segala bahan pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar dipilih, direncanakan, dan diorganisasikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar segala kegiatan belajar-mengajar dapat secara intensif dan efisien diarahkan bagi tercapainya tujuan pendidikan.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang berorientasi kepada tujuan, kurikulum 1975 memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pelajaran, bahan ajar , alat pelajaran, alat evaluasi dan metode pengajaran.

Dengan cara memandang demikian setiap pengajar diajak untuk menjadi perencana dari kegiatan belajar-mengajar di samping sebagai pengelola, dan salah satu dari proses belajar itu sendiri. Sebagai alat untuk melaksanakan pola pengembangan dan pelaksanaan program pengajaran ini dianjurkan kepada setiap guru untuk menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Intruksonal ( PSSI ) dalam menyusun satuan-satuan pelajaran.

Sistem Penyajian dengan pendekatan PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)

[6]Sistem PPSI berpandangan bahwa proses belajar-menagajar merupakan suatu sistem yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan sistem instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam sistem pengajaran di Indonesia.

Sistem Penilaian dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.

3. Kurikulum 1984[7]

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak relevan lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan . Dalam GBHN 1983 hasil sidang umum MPR 1983 menyiratkan keputusan yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 kepada kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984.

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya sebagai betrikut:

1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

2. Terdapat ketidakserasian terhadap kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.

3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya dalam sekolah.

4. Terlalu padatnya pada kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan dan perkembangan IPTEK terhadap kurilkulum 1975 dianggap sudah tidak relevan karena itu diperlukan perubahan kurikulum.

Kurikulum 1984 lahir sebagai revisi kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berorientasi kepada tujuan pembelajaran, maksudnya sebelum memilih atau menentukann bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

2. Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif.

3. Materi dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.

4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.

5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan siswa.

6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

4. Kurikulum 1994

[8]Pada tahun sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan diLPTK (Lembaga Penidikan tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakn teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum disekolah. Tim ini memandang bahwa materi pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti materi pelajarn yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri ciri yang menonjol dari pembentukan kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut :

1. Penbentukan tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.

2. Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat.

3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang meberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban yang konvergen, divergen, dan penyelidikan.

5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan kepada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

6. Pengajaran dari hal yang konkret kehal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dari hal yang sederhana kehal yang kompleks.

7. Pengulangan pengulangan materi yang di anggap sulit perlu dilakukan pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi diantaranya sebagai berikut :

1. Belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi setiap mata pelajaran.

2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kuranganya relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa. Dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari hari.

Permasalahan diatas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :

1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan IPTEK, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.

2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proposi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukung.

3. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

5. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum1994 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

C. Kurikulum Masa Reformasi

1. Kurikulum Tahun 2004 ( KBK )

a. Latar Belakang Munculnya KBK

[9]Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculan KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta lahirnya Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan di Masa Depan.

Disamping itu, rendahnya kualitas pendidikan merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tangtangan dan ketidakpastian,diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang sudah tidak efektif dan tidak mampu lagi mempersiapkan anak didik untuk dapat bersaing dengan bangsa lain didunia. Salah satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan

Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai acuan atau pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

b. Karakteristik dan Tujuan KBK

KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama :

1. KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa

2. Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan kepada proses pengalaman dengan memerhatikan keberagaman setiap individu.

3. Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses belajar.

Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci :

1. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan kepada ketercapaian kompetensi.

2. Berorientasi pada hasil belajar (Learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemapuan siswa. Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.

3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang digunakan dalam proses pembelajaran harus bersifat multimetode.

4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi.

5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaran KBK tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut.

[10]Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. KBK memberi peluang bagi kepala sekolah , guru , dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum ,pembelajaran , manajerial , dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas , dan profesionalisme yang dimiliki.Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menghadapi perannya dimasa datang dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup .

B. Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan[11].

a. Konsep Dasar KTSP

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksnakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP diakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[12]

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasiional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.

1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.

2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:

· KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setrempat dan peserta didik.

· Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.

· Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi diperguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibata masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dikembangkan oleh guru, kepala seolah, serta Komite Sekolah dan Dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi misi dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

b.Tujuan KTSP

Secara umum tujuan diterpkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.[13]

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.

c.Landasan Pengembangan KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut.[14]

· Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

· Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

· Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Stanadar Isi

· Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stanadar kompetensi Lulusan

· Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas no. 22, dan 33.

d. Karakteristik KTSP

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, seta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: [15]

1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan

KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas, seolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan profesional.

2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi

Orang tua peseta didik dan mayarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Masyrakat dan orang tua menjalin kerja sama unntuk membantu sekolah sebagai nara sumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Kepemipinan yang Demokratis dan Profesional

Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum, kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut sekolah adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelakanaanya.

4. Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan

Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat dibanggakan. Mereka tidak saling menunjukan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

D. Perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru :

1. Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, sedangkan kurikulum baru berorientasi kepada masa sekarang.

2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, sedangkan kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan kedalam serangkaian tindakan yang nyata.

3. Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa agar mampu hidup didalam masyarakat.

4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurkulum baru disusun berdasakan masalah atau topik, di mana siswa belajar dengan mengalami sendiri . Kurikulum disusun dalam benntuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk semua integarasi bidang pelajaran.

5. Kurikulum lama semata-mata didasarkan atas buku pelajaran sebagai sumber bahan , sedangkan kurikuulum baru bertitik tolak dari masalah dalam kehidupan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat, dan kebutuhan individu.

6. Kurikulum lama dikemabangkan oleh guru perseorangan . Guru adalah suatu cardinal factor di dalam keberhasilan kurikulum, sedangkan kurikulum baru dikembangkan oleh tim atau suatu departemen tertentu. Setiap guru terikat pada konsep yang telah disusun oleh tim atau oleh departemen yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kebebasan guru untuk mengadakan beberapa penyesuaian.[16]

Perubahan kurikulum sebaiknya melihat keperluan masa depan, serta menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik.[17]

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kurikulum 1947

Kurikulum saat itu diberi nama Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan bertujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

2. Kurikulum 1952

Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Kurikulum 1964

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral .Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4. Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat

5. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada masa ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan, setiap satuan pelajaran dirinci lagi.

6. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

7. Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

8. Kurikulum 2004 (KBK)

Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

9. Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan

SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
10. Perbedaan Kurikulum Lama dan kurikulum Baru

Kurikulum lama dan kurikulum baru jelas berbeda, karena dipengaruhi dari berbagai faktor, selain itu kurikulum bersifat dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan zaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kurikulum lama dan baru antara lain: berkembangnya teknologi yang semakin pesat, sumber daya manusia dan perkembangan psikologi anak yang berbeda dari mmasa ke masa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. Pedoman Umum Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Kurikulum

Hamalik, Oemar, Prof.Dr. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Risdakarya

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasinya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sanjaya Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis KBK. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemanto Wasty dan Soeyarno. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.


[1] Hidayat. Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Risdakarya, hal. 2

[2].Ibid., hal. 3

[3] .Ibid., hal. 3

[4] .Ibid., hal. 4

[5] Soemanto Wasty dan Soeyarno. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional, hal. 122

[6] Hidayat. Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Risdakarya, hal. 7

[7] .Ibid., hal. 8

[8] .Ibid., hal 10

[9] Sanjaya Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis KBK. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 11

[10] Mulyasa. E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasinya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 10

[11] Depdiknas. Pedoman Umum Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Kurikulum, hal.5

[12] Mulyasa. E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 18

[13] .Ibid., hal. 22

[14] .Ibid., hal. 24

[15] .Ibid., hal. 29

[16] Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembanagn Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 19

[17] Hamalik, Oemar, Prof.Dr. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal.260

Tinggalkan komentar