semester 5 – analisis pengembangan kurikulum

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

Posted on Updated on

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan untuk setiap kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktifitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.

Guru adalah sebuah profesi. Profesionalitas guru tentunya sangat terkait dengan unsur manajemen kinerja seorang guru. Bagaimana guru membuat perencanaan, kemudian mengaplikasikannya dengan mengajar di kelas, lalu harus ada evaluasi tentang kualitas pembelajaran itu hari demi hari. Demi harapan kemajuan kualitas guru, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang mencerminkan PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari RPP ?

b. Apa saja komponen-komponen RPP?

c. Seperti apakah ciri-ciri RPP yang mencerminkan PAKEM?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Mengetahui pengertian RPP.

b. Mengetahui komponen- komponen RPP.

c. Mengetahui ciri-ciri RPP yang mencerminkan PAKEM.

BAB II

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

2.1 PENGERTIAN RPP

Perencanaan adalah proses menetapkan tujuan dan menyususn metode, atau dengan kata lain cara mencapai tujuan. Proses perencanaan merupakan proses intelektual seseorang dalam menentukan arah, sekaligus menentukan keputusan untuk diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kegiatan dengan memerhatikan peluang, dan berorientasi pada masa depan.[1]

Perencanaan pembelajaran merupakan proses penerjemahan kurikulum yang berlaku menjadi program-program pembelajaran yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam penyelengaraan proses pembelajaran.[2]

Rencana pembelajaran adalah satuan atau unit program pembelajaran terkecil untuk jangka waktu mingguan atau harian yang berisi rencana penyampaian suatu pokok atau satuan bahasan tertentu dalam satu mata pelajaran.[3]

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. RPP dikembangkan berdasarkan silabus. RPP menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus serta bertujuan agar peneliti mempunyai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran.[4]

RPP atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran secara praktis dapat disebut sebagai skenario pembelajaran. Dengan demikian RPP merupakan pegangan bagi guru untuk menyiapkan, menyelenggarakan dan mengevaluasi hasil kegiatan dan pembelajaran.[5]

Istilah RPP baru diperkenalkan pada akhir-akhir ini dan juga termuat di dalam Undang-undang No: 20 Tahun 2003 tantang sistem pendidikan Nasional. Sebelum itu, dokumen tersebut dikenal dengan istilah Rencana pelajaran, satpel (Satuan Pelajaran), kemudian Satuan Acara Pembelajaran atau SAP (Satuan Acara Perkuliahan).[6]

Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun  RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulakan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah penjabaran silabus yang menggambarkan rencana prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi.

RPP digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan.

Pada dasarnya RPP terdiri dari empat bagian, yaitu:[7]

a. Bagian Penjelasan Umum

Berisi tentang topik, siapa yang mengajarkan, siapa yang belajar, kapan, dan berapa lama waktu yang diperlukan.

b. Bagian Tujuan

Berisi tentang kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa setelah terselenggaranya kegiatan belajar dan pembelajaran.

c. Bagian Pendukung

Berisi tentang tujuan dan sarana serta prasarana yang diperlukan, serta gambaran umum tentang skenario belajar dan pembelajaran yang akan diselenggarakan. Bagian ini diperlukan oleh guru dan atau teknisi untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan. Selain itu, perlu dijelaskan rujukan yang digunakan untuk dijadikan pedoman bagi guru dan siswa ketika akan memperoleh informasi lebih jauh tentang materi yang sedang dipelajari.

d. Bagian Utama

Berisi rincian tentang tahapan-tahapan kegiatan belajar dan pembelajaran berikut waktu dan metoda yang digunakan. Semakin rinci isi bagian ini semakin baik karena kegiatan belajar dan pembelajaran lebih terarah. Akan tetapi, dalam penerapannya kelak, guru harus berimprovisasi sesuai dengan dinamika situasi dan kondisi nyata di kelas.

2.2 KOMPONEN- KOMPONEN RPP

Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas komponen-koponen yang satu sama lain saling berkaiatan, RPP disusun untuk setiap Kompetensi Dasar  yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen utama RPP adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media sumber belajar, dan evaluasi atau penilaian hasil belajar.

Sedangkan komponen RPP yang lebih spesifik meliputi identitas mata pelajaran, standar kopetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, nilai karakter bangsa, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

1. Identitas mata pelajaran

Identitas meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, tema, jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

3. Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan

4. Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

5. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

6. Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Memuat berbagai mata pelajaran Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

7. Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. Penyajian di kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) menggunakan pendekatan tematik. Maka alokasi waktu yang ditulis di dalam RPP adalah selama berapa hari (misalnya satu hari : 5 Jp.)

8. Metode pembelajaran.

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI. Mencerminkan pembelajaran aktif, siswa sentris, kooperatif, kontekstual. Termasuk strategi pembelajaran yang digunakan.

9. Nilai Karakter Bangsa

Nilai karakter bangsa sebanyak 18 nilai diwajibkan di tanamkan di dalam berbagai kegiatan sekolah, yaitu di dalam Pembiasaan Budaya Sekolah, kegiatan Pengembangan Diri, Kegiatan atau Mata Pelaran Muatan Lokal, dan di dalam kegiatan pembelajaran (RPP) secara eksplisit, tersurat di langkah kegiatan perencanaan pembelajarannya (selama masa sosialisasi sampai dengan benar-benar membudaya di dalam kegiatan sekolah)

10. Kegiatan pembelajaran

Berdasarkan Petunjuk didalam Permendiknas nomor 41 tentang Standar Proses agar di dalam menyusun RPP sebaiknya mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kegiatan Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

· menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;

· mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

· menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;

· menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

b. Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Di dalam kegiatan ini ini dengan jelas mencerminkan keterpaduan berbagai mata pelajaran Yang meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

· melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;

· menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;

· memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

· melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan

· memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

2) Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

· membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentuyang bermakna;

· memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

· memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

· memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

· memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;

· memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

· memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

· memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;

· memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

3) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

· memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

· memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,

· memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,

· memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b) membantu menyelesaikan masalah;

c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Catatan:

Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi ini bukanlah urutan penyajian yang ditulis di dalam kegiatan inti, melainkan merupakan komponen yang wajib ada. Dan selama masa sosialisasi dan mengakomodasi Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2010, maka EEK ini seharusnya ditulis dalam setiap langkah di dalam kegiatan inti. Bukan tersirat, melainkan tersurat, sampai dengan guru-guru dapat benar-benar membudayakan nilai karakter bangsa ini ke dalam penyajian setiap mata pelajarannya.

Nilai karakter bangsa tidak ada ulangan ataupun ujian tetapi wajib dilakukan penilaian keterlaksanaannya. Diamati, apakah nilai-nilai dimaksud sudah Mulai Terlihat, Mulai Berkembang, sampai pada akhirnya Membudaya.

c. Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

Dalam kegiatan penutup, guru:

1) bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;

2) melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

4) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

5) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

11. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap proses dan hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, yang meliputi penilaian kognitif, afektif dan psikomotor, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

Bagi siswa kelas 1, 2, dan 3 (kelas awal) penilaian tidak menggunakan pendekatan tematik lagi, melainkan sudah dilaksanakan secara terpisah per mata pelajaran. Yang terpadu dengan menggunakan pendekatan tematik hanyalah pada pembelajarannya saja. Pelaksanaan penilaian tidak lagi secara terpadu sebagaimana yang dilakukan ketika proses pembelajaran. Melainkan sudah terpisah-pisah setiap mata pelajaran.

12. Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Yang menggambarkan keterpaduan meliputi berbagai mata pelajaran yaitu: Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Olah Raga Jasmani dan Kesehatan.

Berikut adalah prinsip-prinsip penyusunan RPP:

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remidi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

2.3 CIRI-CIRI RPP YANG MENCERMINKAN PAKEM

Sebelum kita mengetahui ciri-ciri RPP yang mencerminkan PAKEM, terlebih dahulu kita mengetahui tenteng PAKEM itu sendiri. PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) merupakan sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan pemahamannya dengan penekanan belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.[8]

Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktifitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.[9]

Dalam model pembelajaran aktif, guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik seorang guru juga harus bisa menciptakan suasana yang sedemikian rupa menyenangkan, sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberikan arahan, dan bimbingan serta sirkulasi dan jalanya proses pembelajaran.[10]

Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreatifitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran dan memecahkan masalah. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berfikir kreatif selalu di mulai dengan berpikir kritis.[11]

Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ketujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai. maka dari itu, seorang guru harus mampu mengelola tempat belajar dengan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar.[12]

Pembelajaran menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidikan dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Dalam hal ini guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik, bahkan dalam tertentu tidak menutup kemugkinan guru belajar dari peserta didiknya. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal.[13]

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulakan bahwa PAKEM adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengelola informasi, dan menyimpulkanya, untuk kemudian diterapkan), dengan menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar.

Adapun ciri-ciri RPP yang mencerminkan PAKEM ini sesuai dengan pengertian dari PAKEM itu sendiri, bahwa PAKEM merupakan sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif, maka pembuatan RPP yang bercirikan PAKEM inipun harus RPP yang kreatif dan menyenangkan juga.

Ciri-ciri RPP yang mencerminkan PAKEM adalah sebagai berikut:

a. Disusun secara sistematis, yang terdiri dari:[14]

1) Standar kompetensi

2) Kompetensi Dasar

3) Indikator

4) Tujuan Pembelajaran

5) Materi standar

6) Model dan metode pembelajaran

7) Langkah-langkah pembelajaran

8) Sumber belajar dan penilaian hasil belajar yang mengacu pada pembelajaran aktif kreatif efektif dan menyenangkan.

b. Terdapat kegiatan-kegiatan yang melibatkan siswa di berbagai kegiatan, seperti:

1) Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

2) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

3) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”

4) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

5) Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

Secara garis tegas bahwa guru itu merupakah sebuah profesi. Artinya, dia harus profesional dalam bekerja. Profesional berarti kualitas setiap tahap pekerjaan dapat diukur.

RPP adalah perencenaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar. Namun banyak sekali guru yang tidak membuat RPP terlebih dahulu. Kualitas pembelajaran seorang guru, jika diawali dengan pembuatan RPP akan berbeda dibandingkan dengan guru yang tidak melakukan persiapan terlebih dahulu. Karena sebenarnya, bahwa bukti untuk mengukur kualitas kinerja seorang guru adalah dokumen RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuatnya.[15]

Ketika pengelolaan sistem pendidikan nasional di Indonesia masih bersifat sentralistis, RPP yang ketika itu disebut dengan Satuan Pelajaran atau Satuan Acara Pembelajaran terutama di jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun denga menggunakan format yang seragam secara nasional. Sekalipun demikian, beberapa lembaga pelatihan dan pendidikan tinggi ketika itu telah mengembangkan berbagai model yang berlaku di lembaganya sendiri.

Setelah diterapkannya desentralisasi sebagian kewenangan dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional ke tingkat kabupaten/ kota, beberapa kabupaten/ kota telah mengembangkan sendiri model RPP untuk digunakan di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, satu hal yang perlu dicatat, bahwa sekalipun terdapat bebrbagai model RPP, nanmun pada hakikatnya semua disusun untuk dijadikan pedoman bagi pengajar dalam menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran agar terarah dan sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam kurikulum.[16]

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari dibuatnya RPP adalah sebagai berikut:

1. Belajar dan pembelajaran diselenggarakan secara terencana sesuai dengan isi kurikulum.

2. Ketika seorang guru karena satu dan lain alasan tidak dapat hadir melaksanakan tugas mengajarnya, guru lain yang menggantikannya dapat menggunakan RPP yang telah disusun. Dengan demikian tidak akan terjadi perbedaan yang prinsipil dalam kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru pengganti. Ketika kemudian guru yang mengampu mata pelajaran tersebut dapat kembali mengajar, ia dapat melanjutkan ke topik berikutnya dengan meluangkan waktu hanya sedikit guna merangkum isi materi yang disampaikan oleh guru pengganti.

3. Secara manajerial dokumen RPP merupakan portofolio atau bukti fisik pelaksanaan kegiatan belajar dan pembelajaran yang diantaranya dapat digunakan untuk:

· Bahan pertimbangan dalam sertifikasi guru.

· Penghitungan angka kredit jabatan fungsional guru.

· Bahan rujukan dan atau kajian bagi guru yang bersangkutan dalam mengembangkan belajar dan pembelajaran topik yang sama di tahun berikutnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa,

a. Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah penjabaran silabus yang menggambarkan rencana prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi.

b. Komponen utama RPP adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media sumber belajar, dan evaluasi atau penilaian hasil belajar. Sedangkan komponen-komponen RPP yang lebih spesifik yaitu identitas mata pelajaran, standar kopetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, nilai karakter bangsa, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

c. Sesuai dengan pengertian dari PAKEM sendiri, bahwa PAKEM merupakan sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif, maka pembuatan RPP yang bercirikan PAKEM_pun harus RPP yang kreatif, menarik dan menyenangkan juga.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah W, Sri. DKK. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka2008

Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) Menciptakan Metode Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jogjakarta: DIVA Press

Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia (Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara). Bandung: Kaifa Learning PT Mizan Pustaka

Gintings, Abdorrakhman. 2010. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan (Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar). Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina. op.cit., h. 59

http://pandisuryadi-berbagiilmu.blogspot.com/2011/01/penerapan pembelajaran-aktif-kreatif.html (diakses pada 4 September 2013 pukul 12.43)


[1] Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 213.

[2] Wina Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta:Kencana 2009), h. 47

[3] [3] Sri Anitah W, DKK, Strategi Pembelajaran di SD (Cet.IV; Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 12.12

[4] Wina Sanjaya, op.cit., h. 59.

[5] Gintings, Abdurrakhman. 2010. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora, Hal. 224

[6] Ibid, Hal. 224

[7] Ibid, Hal. 224

[8] Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: DIVA Press, Hal. 59

[9] Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan (Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar). Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, Hal. 191

[10] Ibid, Hal. 192

[11] IBid, Hal. 192

[12] IBid, Hal. 193

[13] IBid, Hal. 194

[14]http://pandisuryadi-berbagiilmu.blogspot.com/2011/01/penerapan pembelajaran-aktif-kreatif.html (diakses pada 4 September 2013 pukul 12.43 )

[15] Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia (Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara). Bandung: Kaifa Learning PT Mizan Pustaka, Hal. 192

[16] Ibid, Hal. 228

silabus mata pelajaran

Posted on Updated on

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam lingkup pendidikan kita mengenal yang namanya Silabus. Apa yang dimaksud dengan silabus? Secara defisional yakni merupakan rencana atau konsep pembelajaran suatu kelompok mata pelajaran atau kurikulum berdasarkan suatu topic yang dalam hal ini mencangkup sejumlah hal.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

Berdasarkan ketentuan diatas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan varuasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

Sebenarnya apabila sudah memahami celah dan strateginya, menyusun silabus bukan lagi merupakan pekerjaan rumit yang menjemukan. Melainkan kegiatan yang menantang dan menyenangkan. Menyusun silabus dapat mempermudah guru dalam mengajar dan membantu pemerintah dalam merencanakan pendidikan berstandar kompetitif. Tidak ada yang rumit jika sudah memahami teori dan langkah-langkah praktisnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam kajian ini adalah:

1. Bagaimana konsep silabus?

2. Apa saja komponen silabus?

3. Apa saja prinsip penyusunan silabus?

4. Bagaimana langkah penyusunan silabus?

5. Bagaimana contoh format silabus?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas bertujuan untuk:

1. Mengetahui tentang konsep dari silabus.

2. Mengetahui komponen silabus.

3. Mengetahui prinsip penyusunan silabus.

4. Mengetahui langkah – langkah dalam menyusun pembuatan silabus.

5. Mengetahuai format silabus.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode kajian pustaka dan diskusi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Silabus

2.1.1 Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencangkup standar kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran, materi pokok/pembelajaran indicator pencapaian kompetensi, penilaian, sumber, dan alokasi waktu belajar.

Di Indonesia, silabus merupakan pengaturan dan penjabaran seluruh kompetensi dasar suatumata pelajaran dalam standar isi sehingga relevan dengan konteks sekolahnya dan siap digunakan sebagai panduan pembelajaran setiap mata pelajaran. Standar isi merupakan standar minimal yang berisi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Silabus berisikan komponen pokok yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut ini :

· Kompetensi apa yang akan dikembangkan pada siswa.

· Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh Standar Isi.

· Cara mengembangkannya.

· Cara mengetahui bahwa kompetensi itu sudah dicapai oleh siswa.

· Materi pokok apa sajakah yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar Isi.

· Kegiatan pembelajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan objek belajar.

· Indicator apa sajakah yang harus ditentukan untuk mencapai Standar Isi.

· Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.

· Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.

· Sumber Belajar apa sajakah yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.

2.1.2 Landasan Penyusunan Silabus

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar.

Lahirnya undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelanggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik. Kurikulum sebagai salah satu sustansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyusunan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas N0.23 Tahun 2006.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:

· Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 ayat 6).

· Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervise Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikn untuk SD, SMP, SMA, dan SMK serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (Pasal 17 ayat 2).

· Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).

2.1.3 Isi Silabus

Hubungan kurikulum dengan pengajaran dalam bentuk lain ialah dokumen kurikulum yang biasanya sering disebut silabus yang sifatnya lebih terbatas daripada pedoman kurikulum. Dikemukakan oleh Mulyani Sumantri (1998: 97) bahwa dalam silabus hanya tercakup bidang studi atau mata pelajaran yang harus diajarkan selama waktu setahun atau satu semester.

Dalam silabus harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

a. Tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan.

b. Sasaran-sasaran mata pelajaran.

c. Keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik.

d. Urutan topik-topik yang diajarkan.

e. Aktivitas dan sumber belajar pendukung keberhasilan pengajar.

f. Berbagai teknik evaluasi yang digunakan.

2.1.4 Manfaat Silabus

Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran, seperti dalam pembuatan perencanaan pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian baik dalam pembelajaran untuk satu standar kompetensi maupun kompetensi dasar.

2.2 Komponen Silabus

Berkenaan dengan komponen silabus yang dikemukakan oleh Nurhadi (2004:142) bahwa silabus berisi uraian program yang mencantumkan: 1) bidang studi yang diajarkan; 2) tingkat sekolah, semester; 3) pengelompokan kompetensi dasar; 4) materi pokok; 5) indikator; 6) strategi pembelajaran; 7) alokasi waktu; 8) media/alat/bahan.

Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen berikut ini:

1. Identitas Silabus

2. Standard Kompetensi

3. Kompetensi Dasar

4. Materi Pokok/Pembelajaran

5. Kegiatan Pembelajaran

6. Indikator

7. Penilaian

8. Alokasi Waktu

9. Sumber Belajar

2.3 Prinsip Penyusunan Silabus

Untuk menyusun silabus yang baik, ada prinsip-prinsip pengembangan silabus sebagai berikut:

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.

2. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran. Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat perkembangan peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.

3. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.

4. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka pencapaian SK.

5. Memadai

Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika SK dan KD menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan untuk menganalisis.

6. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.

7. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

8. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill).

9. Desentralistik

Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik. Maksudnya bahwa kewenangan pengembangan silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah masing-masing.

2.4 Langkah Penyusunan Silabus

Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas tujuh langkah utama sebagaimana tercantum dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Silabus (Depdiknas, 2004) yaitu: (1) penulisan identitas mata pelajaran; (2) perumusan standar kompetensi; (3) penentuan kompetensi dasar; (4) penentuan materi pokok dan uraiannya; (5) penentuan pengalaman belajar; (6) penentuan alokasi waktu; dan (7) penentuan sumber bahan.

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah. Kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Berikut ini langkah-langkah pengembangan silabus yang dapat dilakukan oleh para guru :

· Disusun secara mandiri oleh guru.

· Pihak sekolah membentuk kelompok guru menyusun silabus.

· Tata penyusunan yang berbeda sesuai jenjang pendidikan.

· Bergabung melalui forum MGMP/PKG.

· Dinas Pendidikan.

Adapun mekanisme dari langkah-langkah pengembangan silabus:

a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

Ø Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI

Ø Keterkaitan antara Standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran

Ø Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antara mata pelajaran.

b. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

ü Potensi Peserta Didik

ü Relevansi dengan karakteristik daerah

ü Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik.

ü Kebermanfaatan bagi peserta didik

ü Struktur keilmuan

ü Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran

ü Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan

ü Alokasi waktu

c. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antara peserta didik, pesera didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

v Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional.

v Kegiatan pembelajaran memuat ragkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

v Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

v Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

d. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata Pelajaran, satuan pendidikan,  potensi daerah, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

e. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. 

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:

o Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

o Penilaian menggunakan acuan kriteria: yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seorang terhadap kelompoknya.

o Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.

o Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan  dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

o Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

f. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasaan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik beragam.   

g. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

2.5 Contoh Format Silabus

Sekolah :

Kelas/Semester :

Mata Pelajaran :

Alokasi Waktu :

Standar Kompetensi :

Kompetensi Dasar

Materi Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran

Indikator

Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber Belajar

Teknik

Bentuk Instrumen

Contoh Instrumen

   
                 

2.5.1 Contoh Silabus

SILABUS PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : ………………………..

Mata Pelajaran : MATEMATIKA

Kelas/Program : XII / IPA

Semester : 1

STANDAR KOMPETENSI:
1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar

Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Indikator Pencapaian Kompetensi

Materi Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran

Penilaian

Waktu

Sumber Belajar

1.1 Memahami konsep integral tak tentu dan integral tentu

“ Rasa ingin tahu

“ Mandiri

“ Kreatif

“ Kerja keras

“ Demokratis

“ Berorientasi tugas dan hasil

“ Percaya diri

“ Keorisinilan

· Mengenal arti Integral tak tentu

· Menurunkan sifat-sifat integral tak tentu dari turunan

· Menentukan integral tak tentu fungsi aljabar dan trigonometri

· Mengenal arti integral tentu

· Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral

· Menyelesaikan masalah sederhana yang melibatkan integral tentu dan tak tentu

o Integral Tak entu

o Integral Tentu

· Mengenal integral tak tentu sebagai anti turunan

· Menentukan integral tak tentu dari fungsi sederhana

· Merumuskan integral tak tentu dari fungsi aljabar dan trigonometri

· Merumuskan sifat-sifat integral tak tentu

· Melakukan latihan integral tak tentu

· Mengenal integral tentu sebagai luas daerah dibawah kurva

· Mendiskusiakan teorema dasar kalkulus

· Merumuskan sifat integral tentu

· Melakukan latihan soal integral tentu

· Menyelesaikan masalah aplikasi integral tak tentu dan integral tentu

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Kuiz

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

4×45’

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

1.2 Menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana

“ Rasa ingin tahu

“ Mandiri

“ Kreatif

“ Kerja keras

“ Demokratis

“ Berorientasi tugas dan hasil

“ Percaya diri

“ Keorisinilan

· Menetukan integral dengan dengan cara substitusi

· Menetukan integral dengan dengan cara parsial

· Menetukan integral dengan dengan cara substitusi trigonometri

Teknik Pengintegralan:

o Substitusi

o Parsial

o Substitusi Trigonometri

· Membahas Integral sebagai anti deferensial

· Mengenal berbagai teknik pengintegralan (substitusi dan parsial)

· Menggunakan aturan integral untuk menyelesaikan masalah.

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Kuiz

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

6×45’

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

1.3 Menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volum benda putar

   

· Menghitung luas suatu daerah ang dibatasi oelh kurva dan sumbu-sumbu pada koordinat.

· Menghitung volume benda putar.

o Luas Daerah

o Volume Bend Putar

· Mendiskusikan cara menentukan luas daerah dibawah kurva (menggambar daerahnya, batas integrasi)

· Menyelesaikan masalah luas daerah di bawah kurva

· Mendiskusikan cara menentukan volume benda putar (menggambar daerahnya, batas integrasi)

· Menyelesaikan masalah benda putar

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Kuiz

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

12×45’

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

Mengetahui,

Kepala Sekolah………

(…………………………………………………..)

NIP / NIK : ………………………………

 

……….., ………………………. 20…..

Guru Mapel Matematika.

(……………………………………………….)

NIP / NIK : …………………………….

STANDAR KOMPETENSI:

2. Menyelesaikan masalah program linear.

Kompetensi Dasar

Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Indikator Pencapaian Kompetensi

Materi Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran

Penilaian

Waktu

Sumber Belajar

2.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel

“ Rasa ingin tahu

“ Mandiri

“ Kreatif

“ Kerja keras

“ Demokratis

“ Berorientasi tugas dan hasil

“ Percaya diri

“ Keorisinilan

· Mengenal arti sistem pertidaksamaan linier dua variable

· Menentukan penyelesaian sistem pertidaksamaan linear dua variabel

Program Linear

· Menyatakan masalah sehari-hari ke dalam bentuk sistem pertidaksamaan linear dengan dua peubah.

· Menentukan daerah penyelesaian pertidaksamaan linier

· Menyatakan himpunan penylesaian pertidaksamaan linear dua variabel

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Kuiz

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

2×45’l

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

2.2 Merancang model matematika dari masalah program linear

“ Rasa ingin tahu

“ Mandiri

“ Kreatif

“ Kerja keras

“ Demokratis

“ Berorientasi tugas dan hasil

“ Percaya diri

“ Keorisinilan

· Mengenal masalah yang merupakan program linier

· Menentukan fungsi objektif dan kendala dari program linier

· Menggambar daerah fisibel dari program linier

· Merumuskan model matematika dari masalah program linier

Model Matematika Program Linier

· Mendiskusikan berbagai masalah program linear

· Membahas komponen dari masalah program linear: fungsi objektif, kendala

· Menggambarkan daerah fisibel dari program linear

· Membuat model matematika dari suatu masalah aplikatif program linear

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Kuiz

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

6×45’

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan penafsirannya

“ Rasa ingin tahu

“ Mandiri

“ Kreatif

“ Kerja keras

“ Demokratis

“ Berorientasi tugas dan hasil

“ Percaya diri

“ Keorisinilan

§ Menentukan nilai optimum dari fungsi objektif

§ Menafsirkan solusi dari masalah program linier

Solusi Program Linier

· Mencari penyelesaian optimum sistem pertidaksamaan linear dengan menentukan titik pojok dari daerah fisibel atau menggunakan garis selidik.

· Menafsirkan penyelesaian dari masalah program linier.

Jenis Tagihan:

§ Tugas Individu

§ Tugas Kelompok

§ Ulangan

Bentuk Instrumen:

§ Tes Tertulis PG

§ Tes Tertulis Uraian

8×45’

Sumber:

· Buku Paket

· Buku referensi lain

· Journal

· Internet

Mengetahui,

Kepala Sekolah………

(…………………………………………………..)

NIP / NIK : ………………………………

 

……….., ………………………. 20…..

Guru Mapel Matematika.

(……………………………………………….)

NIP / NIK : …………………………….

BAB III

PENUTUP

2.3. Kesimpulan

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencangkup standar kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran, materi pokok/pembelajaran indicator pencapaian kompetensi, penilaian, sumber, dan alokasi waktu belajar.

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah. Kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyusunan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas N0.23 Tahun 2006.

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin, & Irfan Ahmad Zain. 2010. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Fakultas Tarbiyah Keguruan UIN Gunung Djati Bandung

Depdiknas. 2004. Pedoman khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata pelajaran. Jakarta: Depdiknas

Gm, Jingga. 2013. Panduan Lengkap Menyusun Siabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta: Araska

Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyani, Sumantri dan Johar Permana. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: PT. Grasindo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

http://ilmus3mesta.blogspot.com/2012/02/prinsip-pengembangan-dan-penyusunan.html

pengembangan kurikulum sekolah (KTSP)

Posted on

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Istilah Kurikulum menunjuk kepada seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran agar dapat mencapai suatu tujuan pendidikan tertentu. Serta dapat digunakan sebagai cara pedoman pengembangan penyelenggara kegiatan dalam pembelajaran. Tujuan kurikulum ini meliputi tujuan pendidikan yang akan dikembangkan pada sekolah umum, madrasah, serta sekolah khusus agar tujuannya dapat tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan dan merujuk kepada standar isi serta standar kompetensi nasional.

B. Latar belakang

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah, yang penekannannya pada standar isi dan kompetensi. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan semua sekolah telah melaksanakan KTSP paling lambat tahun ajaran 2009/2010.

Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagaimana cara menbuat siswa dan guru lebih aktif dalam merancang kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus ikut aktif untuk memancing siswa/peserta didik menjadi sekreatif mungkin sehingga bisa menimbulkan dialog dua arah yang terjadi secara dinamis.

Banyaknya hal yang telah dilakukan oleh Depdiknas untuk menyukseskan program KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ini, namun pada kenyataannya sampai sekarang masih masih banyak sekolah yang merasa sulit untuk mengimplementasikannya. Kebingungan para kepala sekolah dan juga para guru, merupakan bukti bahwa perlu dilakukannya sosialisasi yang lebih intens.

Maka berdasarkan uraian diatas, penyusun berkesempatan kali ini, dalam membuat makalah yang berjudul “PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH (KTSP)” akan lebih membahas bagaimana cara KTSP diberlakukan serta mekanisme penyusunan yang baik menurut standar kurikulum pada satuan pendidikan yang ada di Negara Indonesia.

C. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, penyusun ingin memecahkan permasalahan yang dihadapi kepala sekolah serta guru agar tidak kebingungan dengan adanya standar isi maupun standar kompetensi kelulusan untuk peserta didik. Adapun permasalahan yang ingin dipecahkan antara lain:

1. Bagimana landasan kurikulum memiliki tujuan penyusunan dan prinsip-prinsip pada perkembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut, jelaskan?

2. Jelaskan serta sebutkan komponen-komponen yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

3. Bagaimana pengembangan silabus dan kedudukannya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

4. Bagaimana pelaksanaan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara analisis konteks dan mekanisme penyusunan?

D. Tujuan Penyusunan

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui landasan kurikulum yang memiliki tujuan penyusunan dan prinsip-prinsip pada perkembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan isi komponen-komponen yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

3. Memahami pengembangan silabus dan kedudukannya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

4. Mengetahui pelaksanaan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara analisis konteks dan mekanisme penyusunan.

BAB II

PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
(KTSP)

A. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta keseesuaian dengan kekhasan, kondisi potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum dibuat untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada didaerah sehingga satuan pendidikan bisa menyusunnya dengan sedemikian rupa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari kurikulum itu sendiri yakni perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan. Dan arti dari pengembangan berdasarkan KBBI adalah proses, cara.[1] Sedangkan arti dari dari pengembangan kurikulum menurut Audrey Nicolls dan S. Howards Nichools dalam bukunya Oemar Hamalik, pengembangan kurikulum ( curriculum development ) adalah the planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the axtent to wich these changes have taken plece. Yang artinya bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada siswa.[2]

1. Landasan

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah, berikut uraian singkat mengenai isi pasal-pasal yang melandasi KTSP.[3]

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas

Dalam Undang-Undang Sisdiknas dikemukakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang haraus ditingkatkan secara berencana dan berkala. SNP digunakan sebagai acuan pengembengan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pemgelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional pendidikan  serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secra nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, pengendalian mutu pendidikan.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah  dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.

Dalam undang-undang sisdiknas juga dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Ketrampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkn oleh pemerintah. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan  dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk setiap Progaram Studi.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujun,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum oprasional yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar isi. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Sedang standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan kedalam lima kelompok yaitu:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. Kelompok mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian;

c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. Kelompok mata pelajaran estetika;

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Setiap kelompok mata pelajaran diatas dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik, semua kelompok matapelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan. Sedangkan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun BSNP. Dalam hal ini, sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 mengatur tentang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 mengatur Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar.

e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22, dan 23

Peraturan     Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan SKL dan Standar Isi. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan, berdasarkan pada :

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dalam Permendiknas tersebut dikemukakan pula bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan panduan penyusunan KTSP pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sementara bagi satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang belum atau tidak mampu mengembangkan kurikulum sendiri dapat mengadopsi atau mengadaptasi model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh BSNP, ditetapkan oleh kepala satuan Pendidikan Dasar dan Menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah, dan penerapannya bisa dimulai tahun ajaran 2006/2007.

2. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan diterapkannya KTSP yaitu untuk:

a. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalaui pengambilan keputusan bersama.

c. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan

Berdasarkan permendiknas no. 22 tahun 2006 bahwa prinsip pengembangan KTSP sebagai berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya

b. Beragam dan terpadu

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis..

d. Relevan dengan kebutuhan

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

f. Belajar sepanjang hayat

g. Seimbang antara kepentingan global, nasional dan lokal

B. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Ada empat komponen yang terdapat dalam KTSP yaitu: 1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan, 2. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 3. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 4. Kalender Pendidikan. Komponen-komponen tersebut akan dibahas sebagai berikut.

1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Rumusan tujuan pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan mengacu pada tujuan umum pendidikan berikut:[4]

a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yeng lebih lanjut.

b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yeng lebih lanjut.

c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yeng lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

2. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP disusun dengan memperhatikan Acuan Operasional sebagai berikut.[5]

a. Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia

Kurikulum disusun untuk semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia, sehingga akan membentuk kepribadian peserta didik secara utuh.

b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.

c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan harus dimuat dalam kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan perubahan untuk mengembangkan daerahnya.

d. Tuntutan daerah kerja

Adanya pembekalan peserta didik sebelum memesuki dunia kerja sesuai dengan perkembangan peserta didik, diutamakan bagi yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

e. Perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni

Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni.

f. Agama

Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi antara umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah.

g. Dinamika perkembangan global

Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.

h. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI.

i. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.

j. Kesetaraan Gender

Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan gender.

k. Karakteristik Satuan Pendidikan

Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, missi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

3. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Stuktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikikan dasar dan menengah tertuang dalam standar isi. Kelompok matapelajaran tersebut dikembangkan kedalam kegiatan pembelajaran sebagaimana telah diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 6 Ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut: “ Kurikulum untuk Jenis Pendidikan Umum, Kejuruan, dan Khusus pada Pendidikan dasar dan Menengah “.[6] Maka secara tidak langsung meta pelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. Kelompok mata pelajaran estetika;

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Oleh sebab itu, semua mata pelajaran yang dapat dikelompokan menjadi muatan-muatan kurikulum yang nantinya akan meliputi sebagian besar mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya tidak akan membebani peserta didik dalam belajar pada satuan pendidikan.

Disamping itu, materi muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan diantaranya meliputi materi muatan lokal dan kegitan pengembangan diri, semua itu masuk kedalam isi sebuah kurikulum mata pelajaran. Mata Pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan sudah tertera kedalam struktur kurikulum Standar Isi.

Standar Isi tersebut sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut: “Standar Isi (SI) mencangkup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk kedalam SI adalah kerangka dasar dan stuktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dan setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah”.[7] Adapun Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didalamnya meliputi beberapa sub komponen-komponen yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Mata Pelajaran

Berisi “Stuktur Kurikulum Tingkat Sekolah” yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya pencapaian. Adapun pengembangan struktur kurikulum dilakaukan dengan cara, antara lain:

a. Mengatur alokasi waktu pembelajaran “tatap muka” setiap mata pelajaran;

b. Memanfaatkan 4 jam untuk menambah jam pelajaran atau menambah mata pelajaran baru;

c. Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum;

d. Tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang sudah tercantum dalam Standar Isi.

2) Muatan Lokal

Muatan lokal yaitu berisi tentang memilih strategi dan pelaksanaan mulok yang diselenggarakan oleh sekolahnya langsung. Dalam pengembangan mulok selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, diantaranya:

a. Mulok merupakan kegiatan kulikuler yang memiliki tujuan mengembangkan sesuai dengan potensi daerah maupun ciri khas suatu daerah agar menjadi keunggulan daerah tersebut;

b. Subtansi mulok ditentukan oleh satuan pendidikan secara langsung;

c. Subtansi yang akan dikembangkan antara lain jika materi tersebut tidak sesuai maka dijadikan (mata pelajaran lain) ataupun jika terlalu luas maka harus dikembangkan menjadi (mata pelajaran sendiri);

d. Subtansinya dapat berupa program keterampilan produk dan jasa. Contohnya dalam bidang budi daya, pengolahan, dan TIK

e. Mulok menjadi bagian yang wajib yang sudah tercantum dalam struktur kurikulum;

3) Kegiatan Pengembangan Diri

Bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kamampuan, minat, bakat, dan kondisi sekolahnya.

Kegiatan pengembangan diri dapat dikembangkan melalui:

a. Kegiatan ekstrakurikuler;

b. Pengembangan kreativitas;

c. Kepribadian siswa;

d. Pelayanan konseling

Karena pengembangannya tersebut melakukan penilaian secara kualitatif (deskripsi), yang difokuskan pada perubahan sikap dan perkembangan mental pada peserta didik setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri.

4) Pengaturan Beban Belajar

Berisi tentang jumlah beban belajar per mata pelajaran, per minggu, per semester,dan per tahun pelajaran yang dilaksanakan disekolah. Pengaturan dalam mengatur beban belajar diantaranya:

a. Sistem yang digunakan mengutamakan sistem paket standar isi;

b. Waktu tatap muka satu minggu 32 jam ditambah 4 jam yang dialokasikan untuk Mulok, dimisalkan Mapel Bahasa Inggris (2 jam) dan Bahasa Cirebon (2 jam);

c. Satu jam tatap muka = 35 menit

d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam bertatap muka.

5) Ketuntasan Belajar

Mekanisme penetapan ketuntasan minimal dari sekolah yang terkait, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagi berikut:

a. Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator 0-100%, dengan batas kriteria minimum 75%;

b. Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan cara mempertimbangkan nilai rata-rata siswa, kompleksitas, dan;

c. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.

6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan

Kenaikan Kelas merupakan hasil selama dua semester yang telah melampaui semua persyaratan-persayaratan dari pihak sekolah ataupun guru mata pelajarannya sendiri, adapun syarat kenaikan kelas sebagai berikut:

a. Sebanyak-banyaknya terdapat 4 mata pelajaran yang tidak tuntas;

b. Nilai pengembangan didri minimal baik;

c. Kehadiran sekurang-kurangnya 95%

Sedangkan Kelulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. (Sebagaimana yang telah ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006)[8]

Adapun syarat kelulusan antaralain mencangkup segala aspek yaitu:

a. Memiliki semua nilai mata pelajaran

b. Memiliki nilai pengembangan didri yang baik

c. Tidak ada nilai yang kurang atau sama dengan 4,25

d. Dan nilai untuk mata pelajaran IPTEK minimal 4,51

7) Penjurusan

Penjurusan merupakan strategi untuk memilih minat, bakat dan keterampilannya masing-masing baik dari akademik, segi kecakapan, maupun prestasi. Setiap penjurusan dikelola oleh lembaga atau direktorat yang terkait.

8) Pendidikan Kecakapan Hidup

Merupakan integral dari semua mata pelajaran, yang dilaksanakan secara komprehensif melalui intarakulikuler maupun kerjasama dengan satuan pendidikan formal/nonformal lainnya.

9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

Program pendidikan ini dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global yang memiliki subtansi dari segala aspek: ekonomi, budaya, bahasa, TIK, ekologi, dan lain-lain yang semuanya dapat dimanfaatkan untuk perkembangan peserta didik.

4. Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan merupakan kalender yang digunakan sekolah, yang disusun sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan sebagaimana yang telah tercantum dalam standar isi.

Dalam penyusunan kalender pendidikan, harus diadakan penetapan kalender pendidikan serta alokasi waktu yang tepat untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:[9]

a. Penetapan Kalender Pendidikan

Permulaan tahun pelajaran adalah bulan juli setiap tahun dan berakhir pada bulan juni tahun berikutnya. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten atau Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan.

b. Alokasi waktu

Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.

Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat terbentuk jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. Untuk lebih rincinya akan dijelaskan pada tabel dibawah ini.

KALENDER Pendidikan

Selama satu tahun minggu efektif ada 34 minggu, dengan rincian sebagai berikut:[10]

1) Minggu Efektif

Bulan

Per Minggu

Bulan

Per Minggu

Juli

= 2 Minggu

Januari

= 1 Minggu

Agustus

= 4 Minggu

Februari

= 4 Minggu

September

= 4 Minggu

Maret

= 4 Minggu

Oktober

= 1 Minggu

April

= 3 Minggu

November

= 4 Minggu

Mei

= 2 Minggu

Desember

= 4 Minggu

Juni

= 1 Minggu

2) Jam Efektif

No.

Kegiatan

Aloikasi waktu

Keterangan

1

Minggu efektif belajar

34 Minggu

Digunakan untuk pembelajaran efektif

2

Jeda tengah semester

2 Minggu

4 hari setiap semester (8 hari)

3

Jeda antarsemester

2 Minggu

Antara semester I dan II

4

Libur akhir tahun pelajaran

3 Minggu

Digunakan untuk evaluasi program akhir tahun dan persiapan awal tahun

5

Hari libur keagamaan

2-4 Minggu

Disesuaikan dengan libur Nasional

6

Hari libur umum/ Nasional

Max 2 Minggu

Sesuai dengan peraturan pemerintah

7

Hari libur khusus

Max 1 Minggu

Sesuai dengan kebutuhan dengan catatan tidak mengurangi jam efektif

8

Kegiatan khusus sekolah

Max 3 Minggu

Digunakan untuk kegiatan yang telah diprogramkan tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif

3) Kegiatan Sekolah

No.

Bulan

Kegiatan

PJ

1

Juli

Evaluasi program melaksanakan PSB, Membuat program, Melaksanakan pembelajaran

KS

2

Agustus

Melaksanakan pembelajaran, Peringatan HUT Paramuka, dan HUT Kemerdekaan besereta kegiatannya

KS

3

September

Melaksanakan pembelajaran

KS

4

Oktober

Melaksanakan pembelajaran, kegiatan jeda semester I, kegiatan keagamaan

KS

5

November

Melaksanakan pembelajaran

KS

6

Desember

Melaksanakan pembelajaran

KS

7

Januari

Melaksanakan pembelajaran kegiatan pesta Siaga, tes semester I, libur semester I

KS

8

Februari

Melaksanakan Pembelajaran pesta Siagatingkat 1 kabupaten

KS

9

Maret

Melaksanakan pembelajaran, lomba mapel, mapsi,siswa berprestasi tingkat kecamatan, pekan olahraga, dan seni tingkat kecamatan

KS

10

April

Melaksanakan pembelajaran, lomba mapel, mapsi,siswa berprestasi tingkat kecamatan, pekan olahraga, dan seni tingkat kabupaten, wisata kelas V, latihan ujian akhir

KS

11

Mei

Melaksanakan pembelajaran TKD, ujian akhir sekolah

KS

12

Juni

Melaksanakan pembelajaran, penyelesaian administrasi ujian sekilah, ulangan umum semester II, penyelesaian lapor, libur akhir tahun pelajaran/semester II

KS

C. Silabus

1. Pengertian

Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang pengembangan kurikulum, yang mencakup kegiatan pembelajaran, pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, kurikulum dan hasil belajar, serta penilaian berbasis kelas.[11]

2. Unit Waktu Silabus

Pengalokasian waktu dalam silabus mengikuti cara-cara berikut[12]:

a. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggraan pendidikan ditingkat satuan pendidikan.

b. Implementasi pembelajaran persemester menggunakan penggalaan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMK / MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

3. Kedudukan Silabus dalam KTSP

Dalam KTSP, silabus merupakan bagian dari kurikulum tingkat kesatuan pendidikan, sebagai penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pembelajran, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penialain hasil belajar.[13]

D. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KTSP

Secara teknis, pelaksanaan penyusunan KTSP dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu Analisis Konteks dan Mekanisme Penyusunan. Yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Analisis Konteks

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis konteks adalah sebagai berikut:[14]

a) Menganalisis potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada disekolah (peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-pogram yang ada disekolah).

b) Menganalisis peluang dan tantangan yang ada dimasyarakat dan lingkungan sekitar (komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri, dan dunia kerja, sumber daya alam serta social budaya).

c) Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan KTSP

2. Mekanisme Penyusunan

Pada mekanisme penyusunan ini, yang perlu diperhatikan adalah pembentukan Tim Penyusun dan Perencanaan Kegiatan. Mekanisme penyusunan tersebut akan lebih jelas sebagai berikut:

a. Tim Penyusun

Kurikulum tingkat satuan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansi pada setiap stuan pendidikan, komite sekolah, supervise serta departemen Agama.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan umum seperti SD,SMP, SMA, SMK, terdiri atas guru, konselor, Kepsek,Komsek,serta narasumber. Sehingga diperkuat dengan tugasnya masing-masing kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, supervisi oleh dinas kabupaten/kota, dan provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan agama seperti MI, MTs, MA, MAK, terdiri atas guru, konselor, kepala madrasah, komite Madrasah, serta narasumber. Sehingga diperkuat dengan tugasnya masing-masing kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, supervisi oleh departemen yang mengurusi urusan penerintah di bidang agama.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus seperi SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas guru, konselor, Kepsek,Komsek,serta narasumber. Sehingga diperkuat dengan tugasnya masing-masing kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, supervise oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

b. Kegiatan

Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja, lokakarya yang diselenggarakan dalam waktu sebelum tahun pelajaran baru dimulai.

Pada tahap ini, biasanya tim penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar menyiapkan dan menyusun draf, review, revisi serta finalisasi. Kemudian langkah-langkah tersebut lebih diperinci lagi dari masing-masing oleh tim penyusun yang mengatur kegiatan dan menyelenggarakan kegiatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengembangan kurikulum tinggkat satuan pendidikan (KTSP) selalu mengacu pada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Diantara dua dan kedelapan standar nasional tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama untuk setiap sekolahan atau lembaga-lembaga kependidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Pengembangan kurikulum tersebut dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah diantaranya: 1). UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, 2). PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 3). Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, 4). Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan 5). Permendiknas No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan permendiknas No. 22 dan 23.

Tujuan dari panduan penyusunan KTSP adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat, dan meningkatkan kompetensi yang sehat.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yakni: Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Beragam dan terpadu. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Relevan dengan kebutuhan. Menyeluruh dan berkesinambungan . Belajar sepanjang hayat. Dan Seimbang antara kepentingan global, nasional dan local.

Komponen dari KTSP adalah tujuan dari pendidikan tingkat satuan pendidikan, acuan operasionalnya dalam penyusunan, struktur dan muatan kurikulum serta kalender pendidikan.

Selain komponen KTSP di atas kedudukan silabus sangat diperlukan dalam kurikulum karenan silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang pengembangan kurikulum, yang mencakup kegiatan pembelajaran, pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, kurikulum dan hasil belajar, serta penilaian berbasis kelas. Semua komponen-komponen dalam kurikulum saling berkaitan membentuk kedudukan.

Dalam pelaksanaan penyusunan KTSP perlu adanya analisis konteks dan mekanisme penyusunan sehingga perangkat kurikulum menjadi sistematis.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2004. Implementasi kurikulum 2004: “Panduan Pembelajaran KBK”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Muslich, Masnur. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Kbbi.we.id. diunduh tanggal 08 September 2013. Pukul 07.36 WIB


[1] Kbbi.we.id. diunduh tanggal 08 September 2013. Pukul 07.36 WIB

[2] Oemar Hamalik. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 96-97

[3] E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 24-28

[4] Mansur ,Muslich. 2008. KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm.12

[5] Ibid. hlm.11

[6] PP RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

[7] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

[8] Pengaturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah

[9] E. Mulyasa. Op.cit, hlm. 86

[10] Mansur, Muslich. Op.cit, hlm.103-104

[11] E.Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm 36

[12] Mansur Muslich,. Op.cit, hlm 30

[13] E. Mulyasa. Op.cit, hlm 183

[14] Ibid. hlm 26

perkembangan kurikulum dari masa ke masa

Posted on

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kurikulum pada masa orde lama (kurikulum 1947. 1952, dan 1964) ?

2. Bagaimana kurikulum pada masa orde baru (kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994) ?

3. Bagaimana kurikulum pada masa reformasi (kurikulum 2002, 2004 dan 2006) ?

4. Bagaiamana perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru ?

C. Tujuan Makalah

1.Untuk mengetahui kurikulum pada masa orde lama (kurikulum 1947. 1952, dan 1964)

2.Untuk mengetahui kurikulum pada masa orde baru (kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994)

3.Untuk mengetahui kurikulum pada masa reformasi (kurikulum 2002, 2004 dan 2006)

4. Untuk mengetahui perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kurikulum Pada Masa Awal Kemerdekaan atau Masa Orde Lama

1. Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa belanda leer plan. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional.[1]

Kurikulum 1947 dilandasi dengna semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa, pendidikan pada masa ini lebih menekankan kepada pembentuka karakter manusia indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Kurikulum 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar pengajaran.

2. Kurikulum 1952

[2]Setelah Rencana Pelajaran 1947 , pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengejar di SD. Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri kurikulum 1952 ini bahwa setap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

3. Kurikulum 1964

Di penghujung era pemerintahan presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerinah mempunyai keinginaan agar rakyat mendapat penegetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.

Fokus kurikulum 1964 ini pada pengemabangan Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi yaitu ; moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah. Pendidikan Dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.[3]

B. Kurikulum Pada Masa Orde Baru

1. Kurikulum 1968

[4]Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim orde lama ke pemerintahan rezim orde baru.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan organisasi mata pelajaran menjadi kelompok pembinaan Jiwa Pancasila, pengetahuan dasar , dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini pada materi apa saja yang dapat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan kepada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

2. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 disusun dengan berorientasi kepada tujuan pendidikan [5]. ini berarti bahwa segala bahan pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar dipilih, direncanakan, dan diorganisasikan sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar segala kegiatan belajar-mengajar dapat secara intensif dan efisien diarahkan bagi tercapainya tujuan pendidikan.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang berorientasi kepada tujuan, kurikulum 1975 memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pelajaran, bahan ajar , alat pelajaran, alat evaluasi dan metode pengajaran.

Dengan cara memandang demikian setiap pengajar diajak untuk menjadi perencana dari kegiatan belajar-mengajar di samping sebagai pengelola, dan salah satu dari proses belajar itu sendiri. Sebagai alat untuk melaksanakan pola pengembangan dan pelaksanaan program pengajaran ini dianjurkan kepada setiap guru untuk menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Intruksonal ( PSSI ) dalam menyusun satuan-satuan pelajaran.

Sistem Penyajian dengan pendekatan PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)

[6]Sistem PPSI berpandangan bahwa proses belajar-menagajar merupakan suatu sistem yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan sistem instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam sistem pengajaran di Indonesia.

Sistem Penilaian dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yang memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.

3. Kurikulum 1984[7]

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak relevan lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan . Dalam GBHN 1983 hasil sidang umum MPR 1983 menyiratkan keputusan yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 kepada kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984.

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya sebagai betrikut:

1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

2. Terdapat ketidakserasian terhadap kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.

3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya dalam sekolah.

4. Terlalu padatnya pada kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan dan perkembangan IPTEK terhadap kurilkulum 1975 dianggap sudah tidak relevan karena itu diperlukan perubahan kurikulum.

Kurikulum 1984 lahir sebagai revisi kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berorientasi kepada tujuan pembelajaran, maksudnya sebelum memilih atau menentukann bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

2. Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif.

3. Materi dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.

4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.

5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan siswa.

6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

4. Kurikulum 1994

[8]Pada tahun sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan diLPTK (Lembaga Penidikan tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakn teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum disekolah. Tim ini memandang bahwa materi pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti materi pelajarn yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri ciri yang menonjol dari pembentukan kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut :

1. Penbentukan tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.

2. Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat.

3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang meberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban yang konvergen, divergen, dan penyelidikan.

5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan kepada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

6. Pengajaran dari hal yang konkret kehal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dari hal yang sederhana kehal yang kompleks.

7. Pengulangan pengulangan materi yang di anggap sulit perlu dilakukan pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi diantaranya sebagai berikut :

1. Belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi setiap mata pelajaran.

2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kuranganya relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa. Dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari hari.

Permasalahan diatas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :

1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan IPTEK, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.

2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proposi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukung.

3. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

5. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum1994 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

C. Kurikulum Masa Reformasi

1. Kurikulum Tahun 2004 ( KBK )

a. Latar Belakang Munculnya KBK

[9]Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculan KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta lahirnya Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan di Masa Depan.

Disamping itu, rendahnya kualitas pendidikan merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tangtangan dan ketidakpastian,diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang sudah tidak efektif dan tidak mampu lagi mempersiapkan anak didik untuk dapat bersaing dengan bangsa lain didunia. Salah satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan

Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai acuan atau pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

b. Karakteristik dan Tujuan KBK

KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama :

1. KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa

2. Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan kepada proses pengalaman dengan memerhatikan keberagaman setiap individu.

3. Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses belajar.

Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci :

1. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan kepada ketercapaian kompetensi.

2. Berorientasi pada hasil belajar (Learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemapuan siswa. Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.

3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang digunakan dalam proses pembelajaran harus bersifat multimetode.

4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi.

5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaran KBK tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut.

[10]Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. KBK memberi peluang bagi kepala sekolah , guru , dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum ,pembelajaran , manajerial , dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas , dan profesionalisme yang dimiliki.Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menghadapi perannya dimasa datang dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup .

B. Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan[11].

a. Konsep Dasar KTSP

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksnakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP diakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[12]

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasiional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.

1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.

2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:

· KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setrempat dan peserta didik.

· Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.

· Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi diperguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibata masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dikembangkan oleh guru, kepala seolah, serta Komite Sekolah dan Dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi misi dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

b.Tujuan KTSP

Secara umum tujuan diterpkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.[13]

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.

c.Landasan Pengembangan KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut.[14]

· Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

· Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

· Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Stanadar Isi

· Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stanadar kompetensi Lulusan

· Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas no. 22, dan 33.

d. Karakteristik KTSP

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, seta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: [15]

1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan

KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas, seolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan profesional.

2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi

Orang tua peseta didik dan mayarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Masyrakat dan orang tua menjalin kerja sama unntuk membantu sekolah sebagai nara sumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Kepemipinan yang Demokratis dan Profesional

Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum, kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut sekolah adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelakanaanya.

4. Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan

Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat dibanggakan. Mereka tidak saling menunjukan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.

D. Perbedaan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru :

1. Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, sedangkan kurikulum baru berorientasi kepada masa sekarang.

2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, sedangkan kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan kedalam serangkaian tindakan yang nyata.

3. Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa agar mampu hidup didalam masyarakat.

4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurkulum baru disusun berdasakan masalah atau topik, di mana siswa belajar dengan mengalami sendiri . Kurikulum disusun dalam benntuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk semua integarasi bidang pelajaran.

5. Kurikulum lama semata-mata didasarkan atas buku pelajaran sebagai sumber bahan , sedangkan kurikuulum baru bertitik tolak dari masalah dalam kehidupan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat, dan kebutuhan individu.

6. Kurikulum lama dikemabangkan oleh guru perseorangan . Guru adalah suatu cardinal factor di dalam keberhasilan kurikulum, sedangkan kurikulum baru dikembangkan oleh tim atau suatu departemen tertentu. Setiap guru terikat pada konsep yang telah disusun oleh tim atau oleh departemen yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kebebasan guru untuk mengadakan beberapa penyesuaian.[16]

Perubahan kurikulum sebaiknya melihat keperluan masa depan, serta menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik.[17]

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kurikulum 1947

Kurikulum saat itu diberi nama Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan bertujuan untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

2. Kurikulum 1952

Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Kurikulum 1964

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral .Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4. Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat

5. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada masa ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan, setiap satuan pelajaran dirinci lagi.

6. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

7. Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

8. Kurikulum 2004 (KBK)

Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

9. Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan

SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
10. Perbedaan Kurikulum Lama dan kurikulum Baru

Kurikulum lama dan kurikulum baru jelas berbeda, karena dipengaruhi dari berbagai faktor, selain itu kurikulum bersifat dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan zaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kurikulum lama dan baru antara lain: berkembangnya teknologi yang semakin pesat, sumber daya manusia dan perkembangan psikologi anak yang berbeda dari mmasa ke masa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. Pedoman Umum Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Kurikulum

Hamalik, Oemar, Prof.Dr. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Risdakarya

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasinya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sanjaya Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis KBK. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemanto Wasty dan Soeyarno. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.


[1] Hidayat. Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Risdakarya, hal. 2

[2].Ibid., hal. 3

[3] .Ibid., hal. 3

[4] .Ibid., hal. 4

[5] Soemanto Wasty dan Soeyarno. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional, hal. 122

[6] Hidayat. Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Risdakarya, hal. 7

[7] .Ibid., hal. 8

[8] .Ibid., hal 10

[9] Sanjaya Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis KBK. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 11

[10] Mulyasa. E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasinya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 10

[11] Depdiknas. Pedoman Umum Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Kurikulum, hal.5

[12] Mulyasa. E. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 18

[13] .Ibid., hal. 22

[14] .Ibid., hal. 24

[15] .Ibid., hal. 29

[16] Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembanagn Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 19

[17] Hamalik, Oemar, Prof.Dr. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal.260

evaluasi kurikulum

Posted on Updated on

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam pelaksanaan pendidikan, kurikulum memiliki peranan sebagai arah yang digunakan dalam acuan pencapaian visi dan misi pendidikan. Agar kurikulum pendidikan itu tercapai sesuai relevansinya diperlukan bebagai macam upaya dalam proses pelaksanaannya. Salah satu yang paling penting adalah evaluasi kurikulum.

Evaluasi kurikulum sangat penting sebagai kontrol dan tolok ukur terintegrasinya perencanaan, proses, dan hasil pendidikan. Meskipun pada dasarnya makna evaluasi sangatlah luas, dilakukan secara berkelanjutan, namun pada konteks evaluasi kurikulum lebih menekankan pada desain dan implementasi kurikulum, serta kemajuan-kemajuan setiap unsur pendidikan.[1]

Evaluasi kurikulum dilakukan sebagai pengawasan keberhasilan pencapaian kurikulum pendidikan itu sendiri yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan untuk kemajuan. Mengevalusi sistem pendidikan adalah mengevaluasi seluruh komponen pendidikan termasuk didalamnya evaluasi terhadap kurikulum. Sehingga akan didapatkan hasil dan tujuan pendidikan yang maksimal.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka ditulislah makalah dengan judul EVALUASI KURIKULUM.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Apa pengertian Evaluasi Kurikulum?

2. Bagaimana peranan Evaluasi Kurikulum?

3. Apa aspek-aspek yang dinilai Kurikulum?

4. Apa model-model Evaluasi Kurikulum?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian Evaluais Kurikulum.

2. Memahami peranan Evaluasi Kurikulum.

3. Mengetahui aspek-aspek kurikulum yang dinilai.

4. Mengapikasikan model-model Evaluasi Kurikulum.

D. METODE PENULISAN

Dalam penulisan makalah ini digunakan metode studi pustaka dan diskusi.

BAB II

EVALUASI KURIKULUM

A. PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM

Ada banyak pengertian mengenai evaluasi kurikulum. Sebagian pendapat membedakan pengertian dan pemahaman mengenai evaluasi dan kurikulum sebagai disiplin yang berdiri sendiri, sebagian ada pula yang berpendapat bahwa evaluasi dan kurikulum iru erat kaitannya karena memiliki hubungan kausalitas yang kuat.[2]

Evaluasi sendiri memiliki pengertian sebagai proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran sehingga memiliki nilai dan makna.[3]

Sedangkan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[4]

Pada dasarnya setiap langkah yang dilakukan baik dalam sistem pembelajaran dan atau hal lainnya memerlukan evaluasi. Jika diperhatikan secara seksama jelaslah bahwa evaluasi sangat erat kaitannya dengan kurikulum dan evaluasi kurikulum menjadi hal yang sangat penting karena diharapkan dengan adanya evaluasi kurikulum akan membawa pada perbaikan-perbaikan kurikulum yang bervariasi sesuai dengan visi dan misi pendidikan.

Sederhananya dari sekian banyak pengertian evaluasi kurikulum baik itu secara makro maupun mikro, evaluasi kurikulum adalah serangkaian penilaian dan perbaikan pada setiap aspek pedoman penyelenggaraan pendidikan yang bersifat sistematis dan ilmiah.

B. PERANAN EVALUASI KURIKULUM

Evaluasi kurikulum dianggap penting karena memiliki peranan khusus dan penting dalam sitem pendidikan. Adapun peranan evaluasi kurikulum adalah:[5]

1. Evaluasi sebagai moral judgement

Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai yang menjadi acuan tindakan selanjutnya. Dengan ini, menunjukan bahwa evalausi mengandung skala nilai moral dan perangkat kriteria praktis.

2. Evalausi dan penentuan keputusan

Setiap peran dan tanggung jawab membuat keputusan seuai dengan posisinya, sekecil apapun keputusan yang diambil tetaplah sebuah proses untuk kebutuhan dan kepentingannya. Hanya saja yang harus diperhatikan ternyata masalahnya bukan hanya sebatas pada kebutuhan dan kepentingan pribadi, namun bagaiamana pengambilan keputusan itu memberi manfaat kapada pihak-pihak terkait.

3. Konsensus nilai

Dalam evaluasi kurikulum konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada tujuan khusus, pengukuran belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dari pre test dan pest test serta yang lainnya. Pada prinsipnya konsensus nilai ini bearasal dari tes mental dan eksperimen. Evaluais jenis ini dapat ditemukan pada para penelitu yang pekerjaannya semata-mata untuk pengumpulan data.

C. ASPEK-ASPEK KURIKULUM YANG DINILAI

Evaluasi kurikulum merupakan suatu bidang yang berkembang dengan cepat. Evaluasi kurikulum dalam implementasinya baik dalam teori dan praktik pendidikan terdiri dalam berbagai aspek yaitu:[6]

1. Keterkaitan Antara Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum

a. Evaluasi Kurikulum dan Sistem Kurikulum

Secara fungsional evaluasi kurikulum merupakan bagian dari sistem kurikulum. Sistem kurikulum memiliki tiga fungsi yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi efek sistem kurikulum.

Adapun fokus yang diembang evaluasi kurikulum meliputi empat bidang yaitu evaluasi terhadap penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan sistem kurikulum. Pada dasarnya setiap aspek yang terkait dengan kurikulum harus dievaluasi seperti seleksi pengorganisasian pihak-pihak pengembangan kurikulum, fungsi koordinator dalam tim penyusunan, pengaruh tingkat guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum.

b. Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum

Menurut Oemar Hamalik pengembangan meliputi kegiatan untuk melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemukan dapat diperbaiki untuk hasil yang lebih baik. Kriteria evaluasi kurikulum sangat bervariasi dan rumit dalam penyusunan dan perancangan kurikulum. Sehingga untuk mengembangkan fungsi dan makna evaluais kurikulum terhadap pengembangan kurikulum harus menghindari hal-hal sebagai berikut:

1) Apabila dalam desain kurikulum sama sekali tidak terdapat rancangan evaluasi, desain ini tidak perlu dilaksanakan.

2) Apabila dalam proses evaluasi terjadi penyimpangan tujuan evaluasi.

3) Apabila tidak menghiraukan kesimpulan dan penilaian evaluais yang telah ada.

4) Evaluasi sering kali digunakan sebagai alat didik, yang justru sebenarnya harus menimbulkan kepercayaan diri pada peserta didik.

2. Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum

Adapun prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah:

a. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik serta tujuan tersebut harus mengarahkan pada proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.

b. Bersifat objektif, artinya evaluasi kurikulum berorientasi pada realita dilapangan, bersumber dari data yang nyata dan akurat, dan diperoleh dari intrumen yang handal.

c. Bersifat komprehensif, artinya evaluasi kurikulum mencangkup seluruh aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. seluruh aspek kurikulum harus mendapatkan perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.

d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan. Tanggung jawab berhasilnya suatu pelaksanaan dan keberhasilan evaluasi kurikulum adalah tanggung jawab seluruh pihak yang terlibat dalam proses pendidikan yang didalamnya bukan hanya murid dan guru beserta unsur-unsur sekolah melainkan orang tua dan masyarakat ikut bertanggung jawab.

e. Efisien, dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan perlatan yang menjadi unsur penunjang. Hasil evaluasi kurikulum diupayakan agar lebih tinggi atau paling tidak seimbang secara materi yang digunakan.

f. Berkesinambungan. Karena evaluasi kurikulum adalah untuk perbaikan sistem pendidikan disekolah yang tidak hanya memiliki hubungan ke dalam melainkan adanya tuntutan dari luar seklah sekolah, sehingga peran guru sangatlah diperlukan karena guru adalah yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.

3. Jenis-jenis Strategi Evaluasi

Dalam melaksanakan evalusi, perlu adanya petimbangan-pertimbangan. Pertimbangan tersebut dicerminkan dengan keputusan, berikut adalah empat jenis keputusan yang berkaitan dengan pertimbangan dalam menilai suatu program:

a. Keputusan-keputusan perencanaan yang ditunjukan bagi perbaikan yang dibutuhkan pada daerah tertentu, tujuan umum dan tujuan khusus.

b. Keputusan-keputusan pemograman khusus yang berkenaan dengan prosedur, personel, fasilitas, anggaran biaya, dan tuntutan waktu dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan.

c. Keputusan-keputusan pelaksanaan (implementasi) dalam mengarahkan kegiatan yang telah diprogram.

d. Keputusan-keputusan program perbaikan yang meliputi berbagai kegiatan perubahan, penerusan, terminasi dan sebaginya.

Selain empat jenis keputusan yang telah diungkapkan di atas, berikut adalah empat jenis strategi evaluasi diantaranya yaitu:

a. Strategi pertama berkaitan dengan penentuan lingkungan tempat terjadinya perubahan, terdapat berbagai kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi, dan juga berbagai masalah yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesempatan untuk terjadinya perubahan.

b. Strategi kedua yaitu pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan yang relevan. strategi ini sangat besar gunanya dalam pencapaian tujuan program dan desain yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan khusus.

c. Strategi ketiga yaitu pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi dalam desain procedural atau implementasi sepanjang tahap pelaksanaan program.

d. Strategi keempat berkaita dengan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan, melalui pengukuran dan penafsiran hasil-hasilyang telah dicapai sehingga seorang evaluator dapat memilih strategi yang tepat.

Dalam kajian-kajian lain strategi evaluasi dibedakan menjadi:

a. Evaluasi reflektif

Dipergunakan untuk menyebutkan jenis evaluasi yang memusatkan perhatiannya terutama terhadap kurikulum sebagai ide. Jenis evaluasi ini mencoba mengkaji mengenai ide yang dikembangkan dan diajadikan landasan bagi kurikulum dalam dimensi lainnya.

Evaluasi terhadap ide tersebut dapat dilakukan pada waktu pertama kali suatu ide dikemukakan seseorang, atau pada waktu kurikulumsebagai rencana telah selesai ditulis, atau dapat pula dilakukan apabila kurikulum dalam setiap dimensinya telah dikembangkan. Persoalan evaluasi terhadap ide tidak akan pernah mengalami kehabisan bahan selama masyarakat terus berkembang dan penemuan-penemuan baru dalam pengetahuan terus berlangsung.

b. Evaluasi rencana

Merupakan jenis evaluasi yang banyak dilakukan sekarang terutama setelah banyak inovasi diperkenalkan dalam pengembangan kurikulum, dan setelah teknologis pengembangan kurikulum sebagai rencana menghasilkan format-format tertentu. Proses pengembangan tujuan, umpamanya, telah berkembang sedemikian rupa sehingga dikenal berbagai jenjang tujuan yang harus diperhatikan, baik tujuan yang bersifat ideal maupun tujuan yang bersifat operasional. Teknis-teknis yang demikian harus diikuti dengan seksama oleh pengembang kurikulum sebagai rencana. Demikian pula dengan proses pengembangan belajar (baik konten maupun proses) yang dimiliki suatu kurikulum sebagai rencana, bahkan alat evaluasi hasil belajar yang tercantum dalam kurikulum sebagai rencana tersebut.

Seperti juga evalusi reflektif, evaluasi rencana dapat dilakukan baik pada waktu proses penulisan kurikulum sebagai rencana sedang berlangsung maupun pada waktu penulisan itu telah selesai dilaksanakan.

c. Evaluasi proses

Kadang-kadang disebut pula dengan istilah evaluasi implementasi kurikulum. Di sini dipergunakan istilah proses untuk memperkuat pengertian kurikulum sebagai suatu proses, sebagai sesuatu yang terjadi di sekolah. Lagipula, istilah evaluasi proses dianggap lebih memberikan kedudukan yang sama antara dimensi kurikulum sebagai ide, rencana, hasil dan kurikulum sebagai kegiatan. Tetapi tidak dalam suatu nuansapun pengertian evaluasi proses dibedakan dengan pengertian evaluasi implementasi. Jadi kedua istilah itu dapat saja dipergunakan secara bergantian.

Evaluasi proses berkembang sangat cepat sejak tahun 70-an. Adanya kesadaran bahwa proses ternyata banyak menentukan keberhasilan suatu kurikulum merupakan dorongan yang kuat untuk memberikan perhatian yang seksama terhadap evaluasi proses.

Dalam evalusi proses ini perhatian evaluator telah diarahkan tidak saja kepada apa yang terjadi dengan kurikulum sebagai kegiatan. Evaluator telah pula mencoba melihat mengenai berbagai faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum sebagai kegiatan. Evaluasi terhadap kepemimpinan kepala sekolah, pengetahuan dan siakap serta kegiatan guru, faktor siswa serta peralatan belajar dianggap fokus yang penting.

d. Evaluasi hasil

Merupakan jenis evaluasi kurikulum yang paling tua. Bahkan pada mulanya yang dimaksudkan dengan evaluasi identik dengan evaluasi hasil ini. Demikian pula yang dimaksudkan dengan evaluasi kurikulum sering diartikan sebagai evaluasi hasil.

Lebih lanjut, hasil yang dimaksud adalah hasil belajar dalam pengertian pengetahuan. Jumlah pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan indikator keberhasilan suatu kurikulum.

4. Prosedur Strategi Evaluasi

a. Evaluasi Kebutuhan dan Feasibility

Evaluasi kebutuhan dan feasibility ini dapat dilakukan oleh organisasi atau administrator tingkat pelaksana. dan prosedur yang dilakukan diantaranya yaitu:

1) Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang sedang disampaikan.

2) Menetapkan program yang dibutuhkan.

3) Menilai (assess) data setempat berdasarkan tes baku, tes intelegensi, dan tes sikap yang ada.

4) Menilai riset yang telah ada, baik riset setempat maupun riset tingkat nasional yang sama atau berhubungan.

5) Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada (manusiawi dan materil).

6) Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan.

7) Menentukan bagaimana proyek akan dikembangkan guna berkontribusi pada sistem sekolah atau sekolah setempat.

b. Evaluasi Masukan (Input)

Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan, dan ahli mata pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah. pemecahan masalah haruslah dilihat dari hubungannya dengan hambatannya contoh: penerimaan pemecahan masalah oleh guru dan siswa, kecakapan kerja (plaksanaan pemecahan masalah dalam kelas atau sekolah), keampuhan (sejauh mana usaha pemecahan masalah tersebut), dan biaya ekonomi (berkaitan dengan biaya pemecahan masalah dengan hasil yang diharapkan).

Maka, evaluasi masukan menuju ke arah pengembangan berbagai strategi dan prosedur, yang dalam pembuatan keputusannya sangat dibuthkan informasi yang akurat. bukan hanya itu evaluasi masukan juga berusaha mengenali dimana terjadi atau adanya masalah sehingga dapat diawasi selama berlangsungnya implementasi.

c. Evaluasi Proses

Evaluasi proses yaitu sistem pengolahan informasi dalam upaya membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi, dan klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. dalam hal ini, staf perpustakaan memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan program, serta memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.

d. Evaluasi Produk

Evaluasi produk berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil program dan kaitannya dengan tercapainya tujuan. berbagai variable yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbakan kemampuan, dan perbaikan tingkat kehadiran.

Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen evaluasi tersebut. Tetapi yang sering terjadi karena keaadaan yang tidak memungkinkan, tidak semua komponen mendapat perhatian yang penuh. sehingga administrator program harus pintar dalam memilih aspek mana yang harus mendapatkan perhatian yang lebih atau intensif. berdasarkan evaluasi tersebut akan didapatkan informasi dan data yang valid dan dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program perbaikan.

5. Komponen Desain Evaluasi

Desain Evaluasi menguraikan tentang, data yang harus dikumpulkan dan analisis data untuk membuktikan nilai dan efektikitas kurikulum. berikut adalah beberapa komponen desain evaluasi diantaranya :

a. Penentuan garis besar evaluasi

ü identifikasi tingkat pembuatan keputusan

ü proyek situasi keputusan bagi setiap tingkat pembuatan keputusan dengan menentukan lokas, focus, waktu dan komposisi alternatifnya.

b. Pengumpulan informasi

ü spesifikasi sumber-sumber informasi yang akan dikumpulkan.

ü spesifikasi instrument dan metode pengumpulan informasi yang diperlukan.

ü spesifikasi prosedur sampling ayng akan digunakan.

ü spesifikasi kondisi dan skedul informasi untuk dikumpulkan.

c. organisasi informasi

ü spesifikasi format informasi yang akan dikumpulkan.

ü spesifikasi alat pengkodean, pengorganisasian, dan penyimpanan informasi.

d. Analisis informasi

spesifikasi prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan spesifikasi alat untuk melaksanakan analisis.

e. Pelaporan informasi

ü penentuan piahk penerima (audience) laporan evaluasi.

ü spesifikasi alat penyedia informasi pada penerima informasi.

ü spesifikasi format laporan informasi.

ü jadwal pelaporan informasi.

f. administrasi evaluasi

ü rangkuman jadwal evaluasi

ü penentuan staf dan berbagai tuntutan sumber, serta perencanaan pemenuhan tuntutan tersebut.

ü spesifikasi alat untuk memenuhi tuntutan kebijakan dalam melaksanakan evaluasi.

ü penilaian keampuhan desain evaluasi guna menyediakan informasi yang valid, reliable, credible, dan sesuai dengan waktu yang tersedia.

6. Proses Evaluasi Kurikulum

Jika dikategorikan secara pesonal, evaluasi ini berupa evalusi eksternal dan internal. Evaluasi internal dilaksanakn oleh pengembang kurikulum, dan berhubungan dengan model desain kurikulum yang bertujuan untuk memperbaki proses perkembangan kurikulum. Tugasnya terutama untuk menegaskan apakah tujuan awal telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan oleh pihak selain pengembang kurikulum, dengan cara tes dan observasi.

Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah proses pengembang kurikulum memperoleh data untuk memperbaiki dan merevisi kurikulum agar lebih evektif. Evaluasi dituntut dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses pengembang kurikulum. Adapun evaluasi sumatif bertujuan untuk memeriksa kurikulum, dan diadakan setelah pelaksanaan kurikulum untuk memeriksa efesiensi secara keseluruhan. Evaluasi sumatif menggunakan tehnik secara numerik, dan menghasilkan kesimpulan berupa data yang diperlukan guru dan administrasi pendidikan.

7. Rencana Evaluasi Kurikulum

Rencana evaluasi kurikulum menyangkut beberapa aspek pengembangan kurikulum, termasuk sejumlah metode dan tehnik yang sedang dipakai dalam bidang lain selain bidang pendidikan. Evaluasi ini tidak hanya menggunakan satu atau dua metode saja, melainkan menggunakan beberapa metode evaluasi secara terpadu. Dalam hal ini, evaluasi bersifat terbuka. Metode evaluasi dianggap cocok jika dapat menghasilkan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi yang lengkap meliputi cara pengumpulan dan pengolahan data, analisis terpadu, dan laporan kesimpulan evaluasi. Dalam hal ini pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, pembagian kuesioner dan sebagainnya.

Pada saat pemilihan teknik evaluasi kurikulum, terutama yang berkaitan dengan evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif, terdapat beberapa perbedaan pendapat. Ada pihak yang berpendapat bahwa pemilihan kuantitatif dan kualitatif adalah kriteria penilaian evaluasi tersebut. Namun, adapula pendapat yang mengatakan bahwa evaluasi kurikulum memerlukan seperangkan teknik penilaiaan evaluasi. Dalam hal ini, tidakalah mungkin semua data ditujukan dengan angka, karena pada kenyataannya banyak data yang terdiri atas pendapat guru, ahli atau pengembang kurikulum. Menurut pendapat ini, dibandingkan dengan angka-angka, kesimpulan yang bersifat analisis akan lebih bernilai terhadap perbaikan kurikulum. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa tehnik kuantitatif dan kualitatif harus digunakan secara terpadu.[7]

D. MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM

Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memperbaiki subsantsi kurikulum, prosedur implementasi kurikulum, metode intruksional, serta pengaruhnya pada belajar dan perilaku siswa. Macam-macam model evaluasi yang dipergunakan bertumpu pada aspek-aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu, evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum. Adapun model (pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam suatu lembaga social. Dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.

Model evaluasi kurikulum sebagaimana perkembangan evaluasi kurikulum di Amerika, Inggris dan Australia adalah dibedakan menjadi 3 yaitu:[8] pertama, model yang masuk dalam kategori kuantitatif. Kedua, model kualitatif dan ketiga model-model ekonomi. Adapun penjabarannya masing-masing adalah sebagai berikut:

1. Model Evaluasi Kuantitatif

Adapun ciri yang menonjol dari evaluasi kuantitatif adalah penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. Sehingga model-model evaluasi kuantitatif yang ada menekankan peran penting metodologi kuantitatif dan penggunaan tes. Ciri berikutnya dari model-model kuantitatif adalah tidak digunakannya pendekatan proses dalam mengembangkan criteria evaluasi.

Berikutnya model-model kuantitatif ini sama-sama memiliki focus evaluasi yaitu pada dimensi kurikulum sebagai hasil belajar. Dimensi ini (hasil belajar) adalah merupakan criteria pokok bagi model-model kuantitatif. Adapun diantara model-model evaluasi kurikulum yang terkategori sebagai model evaluasi kuantitatif adalah sebagai berikut.

a. Model Black Box Tyler

Model Tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya. Tyler menuangkan karyanya ini dalam sebuah buku kecil tentang kurikulum. Berkat buku inilah kemudian nama dia menjadi terkenal dan dia disegani. Model evaluasi Tyler di bangun atas dua dasar, yaitu: evaluasi yang ditujukan kepada tingkah laku peserta didik dan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peseta didik seb]elum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Berdasar pada dua prinsip ini maka Tyler ingin mengatakan bahwa evaluasi kurikulum yang sebenarnya hanya berhubungan dengan dimensi hasil belajar.

Adapun prosedur pelaksanaan dari model evaluasi Tyler adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi. Tujuan kurikulum yang dimaksud disini adalah model tujuan behavioral. Dan model ini di Indonesia sudah dikembangkan sejak kurikulum 1975. Adapun untuk kurikulum KTSP saat ini maka harus mengembangkan tujuan behavioral ini jika berkenaan dengan model kurikulum berbasis kompetensi.

2. Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. Dari langkah ini diharapkan evaluator memberikan perhatian dengan seksama supaya proses pembelajaran yang terjadi mengungkapkan hasil belajar yang dirancang kurikulum.

3. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk megukur tingkah laku peserta didik. Alat evaluasi ini dapat berbentuk tes, observasi, kuisioner, panduan wawancara dan sebagainya. Adapun instrument evaluasi ini harus teruji validitas dan reliabilitasnya.

Inilah tiga prosedur dalam evaluasi model Tyler. Adapun kelemahan dari model Tyler ini adalah tidak sejalan dengan pendidikan karena focus pada hasil belajar dan mengabaikan dimensi proses. Padahal hasil belajar adalah produk dari proses belajar. Sehingga evaluasi yang mengabaikan proses berarti mengabaikan komponen penting dari kurikulum.

Adapun kelebihan dari model Tyler ini adalah kesederhanaanya. Evaluator dapat memfokuskan kajian evaluasinya hanya pada satu dimensi kurikulum yaitu dimensi hasil belajar. Sedang dimensi dokumen dan proses tidak menjadi focus evaluasi.

b. Model Teoritik Taylor dan Maguire

Model evaluasi kurikulum Taylor dan Maguire ini lebih mendasarkan pada pertimbangan teoritik. Model ini melibatkan variabel dan langkah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum. Dalam melaksanakan evaluasi kurikulum sesuai model teoritik Taylor dan Maguire meliputi dua hal, yaitu: pertama, mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode, konten, hasil belajar langsung maupun hasil belajar dalam jangka panjang. Dikatakan data objektif karena mereka berasal dari luar pertimbangan evaluator.

Kedua, pengumpulan data yang merupakan hasil pertimbangan individual terutama mengenai kualitas tujuan, masukan dan hasil belajar. Adapun cara kerja model evaluasi Taylor dan Maquaire ini adalah sebagai berikut:

1. Dimulai dari adanya tekanan/keinginan masyarakat terhadap pendidikan. Tekanan dan tuntutan masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan. Kemudian tujuan dari masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan yang ingin dicapai kurikulum. Adapun dalam pengembangan KTSP maka tekanan dari masyarakat ini dikembangkan pada tingkat Nasional dalam bentuk Standar Isi dan Standar Kompetensi Kelulusan. Dari dua standar ini maka satuan pendidikan mengembangkan visi dan tujuan yang hendak dicapai satuan pendidikan. Kemudian tujuan satuan pendidikan tersebut menjadi tujuan kurikulum dan tujuan mata pelajaran.

2. Evaluator mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum dengan tujuan behavioral. Maka tugas evaluator disini mencari relevansi antara tujuan satuan pendidikan, kurikulum dan mata pelajaran yang berbeda dalam tingkat-tingkat abstraksinya. Dalam tahap ini evaluator harus menentukan apakah pengembagan tujuan behavioral tersebut membawa gains atau lossesdibandingkan dengan tujuan umum ditahap pertama.

3. Penafsiran tujuan kurikulum. Pada tahap ini tugas evaluator adalah memberikan pertimbangan mengenai nilai tujuan umum pada tahap pertama. Adapun dua criteria yang dikemukan oleh Taylor dan Maguaire dalam memberi pertimbangan adalah: pertama, kesesuaian dengan tugas utama sekolah.kedua, tingkat pentingnya tujuan kurikulum untuk dijadikan program sekolah. adapun hasil dari kegiatan ini adalah sejumlah tujuan behavioral yang sudah tersaring dan akan dijadikan tujuan yang akan dicapai oleh mata pelajaran yang bersangkutan.

4. Mengevaluasi pengembangan tujuan menjadi pengalaman belajar. Tugas evaluator disini adalah menentukan hasil dari suatu kegiatan belajar. Menelaah apakah hasil belajar yang telah diperoleh dapat digunakan dalam kehidupan dimasyarakat. Karena kurikulum yang baik adalah kurikulum yang menjadikan hasil belajar yang diperoleh peserta didik dapat digunakan dalam kehidupannya di masyarakat.

Demikianlah tahapan pelaksanaan model evaluasi Taylor dan Maguaire. Adapun kelebihan dari model ini adalah memberikan kesempatan pada evaluator untuk menerapkan kajian secara komprenhensip. Baik nilai maupun arti kurikulum dapat dikaji dengan menggunakan model ini. Adapun masalahnya bila diterapkan di Indonesia bahwa model ini hanya diterapkan di tingkat satuan pendidikan. Sehingga keseluruhan proses pengembangan kurikulum tingkat nasional tidak dapat dievaluasi dengan model ini.

c. Model Pendekatan Sistem Alkin

Adapun model Alkin ini sedikit unik karena selalu memasukkan unsure pendekatan ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Adapun pendekatan yang digunakan disebut Alkin dengan pendekatan Sistem. Dua hal yang harus diperhatikan oleh evaluator dalam model ini adalah pengukuran dan control variable. Alkin membagi model ini atas tiga komponen. Yaitu masukan, proses yang dinamakannya dengan istilah perantara (mediating), dan keluaran (hasil). Alkin juga mengenal sisitem internal yang merupakan interaksi antar komponen yang langsung berhubungan dengan pendidikan dan system eksternal yang mempunyai pengaruh dan dipengaruhi oleh pendidikan.

Model Alkin dikembangkan berdasarkan empat asumsi. Apabila keempat asumsi ini sudah dipenuhi maka model Alkin dapat digunakan. Adapun keempat asumsi itu yaitu:

1. Variable perantara adalah satu-satunya variable yang dapat dimanipulasi.

2. System luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran system (persekolahan).

3. Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki control mengenai pengaruh yang diberikan system luar terhadap sekolah.

4. Factor masukan mempengaruhi aktifitas factor perantara dan pada gilirannya factor perantara berpegaruh terhadap factor keluaran.

Adapun kelebihan dari model ini adalah keterikatannya dengan system. Dengan model pendekatan system ini kegiatan sekolah dapat diikuti dengan seksama mulai dari variable-variable yang ada dalam komponen masukan, proses dan keluaran. Komponen masukan yang dimaksudkan adalah semua informasi yang berhubungan dengan karakteristik peserta didik, kemampuan intelektual, hasil belajar sebelumnya, kepribadian, kebiasaan, latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan dan sebagainya.

Adapun yang dimaksud dengan proses disini meliputi factor perantara yang merupakan kelompok variable yang secara langsung memperngaruhi keluaran. Adapun yang masuk dalam variable perantara ini diantaranya adalah rasio jumlah guru dengan peserta didik, jumlah peserta didik dalam kelas, pengaturan administrasi, penyediaan buku bacaan, prosedur pengajaran dan sebagainya.

Adapun keluaran peserta didik adalah setiap perubahan yang terjadi pada diri peserta didik sebagai akibat dari pengalaman belajar yang diperolehnya. Perubahan ini harus diikuti sejak peserta didik masuk sistem hingga keluar system. Perubahan harus diukur meliputi setiap aspek perubahan yang mungkin terjadi termasuk didalamnya kemampuan peserta didik dalam melanjutkan pelajaran ditingkat pendidikan yang lebih tinggi, pada waktu memasuki lapangan kerja, dalam melakukan pekerjaan bahkan termasuk aktifitas dalam kehidupna di masyarakat.

Dari uraian diatas kita temukan kelemahan dari model Alkin adalah keterbatasannya dalam focus kajian yaitu yang hanya focus pada kegiatan persekolahan. Sehingga model ini hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah siap dilaksanakan disekolah.

d. Model Countenance Stake

Model countenance adalah model pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan oleh Stake. Stake mendasarkan modelnya ini pada evaluasi formal. Evaluasi formal adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat dengan evaluan. Model countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matrik pertama dinamakan matriks Deskripsi dan yang kedua dinamakan matriks Pertimbangan.

1. Matrik Deskripsi

Kategori pertama dari matrik deskripsi adalah sesuatu yang direncanakan (intent) pengembang kurikulum dan program.

Dalam konteks KTSP maka kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan RPP yang dikembangkan guru. Kategori kedua adalah observasi, yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai implementasi dari apa yang diinginkan pada kategori pertama. Pada kategori ini evaluan harus melakukan observasi mengenai antecendent, transaksi dan hasil yang ada di satu satuan pendidikan atau unit kajian yang terdiri atas beberapa satuan pendidikan.

2. Matrik Pertimbangan

Dalam matrik ini terdapat kategori standar, pertimbangan dan focus antecendent, transaksi, autocamo (hasil yang diperoleh). Standar adalah criteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program yang dijadikan evaluan. Berikutnya adalah evaluator hendaknya melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori pertama dan matrik deskriptif.

Adapun dua hal lain yang harus diperhatikan dalam menggunakan model countenance adalah contingency dan congruence. Kedua konsep ini adalah konsep yang memperlihatkan keterkaitan dan keterhubungan 12 kotak tersebut. Contingency terdiri atas kontigency logis dan contingency empiric. Contingency logis adalah hasil pertimbangan evaluator terhadap keterkaitan logis antara kotak antecedence dengan traksaksi dan hasil. Kemudian evaluator juga harus memberikan pertimbangan empiric berdasarkan data lapangan.

Evaluator juga harus memberikan pertimbangan congr uence atau perbedaan yang terjadi antara apa yang direncanakan dengan apa yang terjadi dilapangan. Adapun kelebihan dari model ini adalah adanya analisis yang rinci. Setiap aspek dicoba dikaji kesesuainnya. Misalkan, analisis apakah persyaratan awal yang direncanakan dengan yang terjadi sesuai apa tidak? Hasil belajar peserta didik sesuai tidak dengan harapan.

e. Model CIPP

Model ini dikembangkan oleh sebuah tim yang diketuai oleh Stufflebeam. Sehingga sesuai dengan namanya, model CIPP ini memiliki 4 jenis evaluasi yaitu: evaluasi Context (konteks), Input (masukan), Process (proses), dan Product (hasil). Adapun tugas evaluator dari keempat jenis evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi Context

Tujuan utama dari evaluasi context adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan evaluan. Evaluator mengidentifikasi berbagai factor guru, peserta didik, manajemen, fasilitas kerja, suasana kerja, peraturan, peran komite sekolah, masyarakat dan factor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kurikulum.

2. Evaluasi Input

Evaluasi ini penting karena untuk pemberian pertimbangan terhadap keberhasilan pelaksnaan kurikulum. Evaluator menentukan tingkat kemanfaatan berbagai factor yang dikaji dalam konteks pelaksanaan kurikulum. Pertimbangan mengenai ini menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah perlu ada revisi atau pergantian kurikulum.

3. Process

Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi kurikulum. Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai keterlaksanaan implementasi kurikulum, berbagai kekuatan dan kelemahan proses implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variable input terhadap proses.

4. Product

Adapun tujuan utama dari evaluasi hasil adalah untuk menentukan sejauh mana kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya. Evaluator mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai hasil belajar, membandingkannya dengan standard dan mengambil keputusan mengenai status kurikulum (direvisi, diganti atau dilanjutkan).

Dari uraian diatas diketahui bahwa model CIPP adalah model evaluasi yang tidak hanya dilaksanakan dalam situasi inovasi sedang dilaksanakan, tetapi justru model ini dilakukan ketika inovasi akan dan belum dilaksanakan.

2. Model Ekonomi Mikro

Model ekonomi mikro adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana model kuantitatif lainnya, maka model ekonomi mikro ini focus pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar dan hasil yang diperkirakan). Adapun pertanyaan besar dalam ekonomi mikro adalah apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik adalah sesuai dengan dana yang dikeluarkan? Adapun model dilingkungan ekonomi mikro ada empat, adapun yang tepat digunakan dalam evaluasi kurikulum adalah model cost effectiveness.

Dalam model cost effectiveness ini seseorang evaluator harus dapat membandingkan dua program atau lebih, baik dalam pengertian dana yang digunakan untuk masing-masing program maupun hasil yang diakibatkan oleh setiap program. Perbandingan hasil ini akan memberikan masukan bagi pembuat keputusan mengenai program mana yang lebih menguntungkan dilihat dari hubungan antara dana dan hasil. Dalam mengukur hasil di gunakan instrument yang sudah di standarisasi. Pengunaan instrument standar penting karena dengan demikian perbandingan antara biaya dan hasil dapat dilakukan secara berimbang.

3. Model Evaluasi Kualitatif

Model evaluasi kualitatif selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai focus utama evaluasi. Oleh karena itulah dimensi kegiatan dan proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain. Terdapat tiga model evaluasi kualitatif, yaitu sebagai berikut:

a. Model Studi Kasus

Adapun model studi kasus (case study) adalah model utama dalam evaluasi kualitatif. Evaluasi model studi kasus memusatkan perhatiannya pada kegiatan pengembangan kurikulum di satu satuan pendidikan. Unit tersebut dapat berupa satu sekolah, satu kelas, bahkan terdapat seorang guru atau kepala sekolah. Adapun datanya juga akan berupa data kualitatif yang dianggap lebih memberikan makna dibanding data kuantitatif yang kering. Namun demikian kualitatif tidak menolak secara mutlak data kuantitatif.

Dan dalam menggunakan model evaluasi studi kasus, tindakan pertama yang harus dilakukan evaluator adalah familirialisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji. Apabila evaluator belum familiar dengan kurikulum dan satuan pendidikan yang mengembangkannya maka evaluator ini dilarang melakukan evaluasi. Familirialisasi ada dua jenis. Pertama, familiriaslisasi terhadap kurikulum sebagai ide dan sebagai rencana. Familiarialisasi kedua dilakukan ketika evaluator dilapangan. Evaluator harus menguasai kebiasaan-kebiasaan dalam satuan pendidikan yang dievaluasi.

Setelah familiarilisasi evaluator bisa melanjutkan pada observasi lapangan dengan baik. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang sangat dianjurkan dalam model studi kasus. Dengan observasi memungkinkan evaluator menangkap suasana yang terjadi secara langsung ketika proses yang diobservasi sedang berlangsung. Adapun ketentuan bagi evaluator ketika menggunakan observasi adalah: pertama, haruslah evaluator seorang yang memiliki visi dan pengetahuan luas mengenai focus observasi.

Kedua, kecepatan berfikir, hal ini penting karena evaluator berfungsi sebagai instrument yang selalu terbuka untuk refocusing ataupun membuka dimensi baru dari masalah yang sedang diamati. Ketiga, evaluator harus cermat dalam menangkap informasi yang diterimanya. Kecermatan ini ditandai oleh tiga hal. Pertama, informasi tertulis sebagaimana yang disampaiakn oleh responden, pemkanaan informasi, dan keterkaitan informasi dengan konteks yang lebih luas.

Selain observasi, pengumpulan data dapat dilakukan dengan kuisioner dan wawancara. Setelah data selesai dikumpulkan maka pengolahan data langsung dilakukan, sebaiknya ketika masih dilapangan. Hal ini memudahkan evaluator apabila ada persoalan baru masih memiliki kesempatan untuk menelusuri secara langsung. Selain itu juga efisiensi waktu. Dari pengolahan data ini dilakukan dengan tindakan evaluator yaitu mengklasifikasi data dan segera membuat laporan hasil evaluasi.

b. Model Iluminatif

Model ini mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi social. Model ini juga memberikan perhatian tidak hanya pada kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Adapun dua dasar konsep yang digunakan model ini adalah:

1. System intruksi

System intruksional disini diartikan sebagai catalog, perpekstus, dan laporan-laporan kependidikan yang secara khusus berisi berbagai macam rencana dan pernyataan yang resmi berhubungan dengan pengaturan suatu pengajaran. KTSP sebagai hasil pengembangan standar isi dan standar kompetensi lulusan di suatu satuan pendidikan adalah suatu system instruksi.

2. Lingkungan belajar

Lingkungan belajar ialah lingkungan social-psikologis dan materi dimana guru dan peserta didik berinteraksi. Dalam langkah pelaksanaannya, model evaluasi iluminatif memiliki tiga kegiatan. Yaitu:

a) Observasi

Observasi adalah kegiatan yang penting. Dalam observasi evaluator dapat mengamati langsung apa yang sedang terjadi disuatu satuan pendidikan. Evaluator dapat melakukan studi dokumen, wawancara, penyebaran kuesioner, dan melakukan tes untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Isu pokok, kecenderungan, serta persoalan yang teridentifikasi merupakan pedoman bagi evaluator untuk masuk kedalam langkah berikutnya.

b) Inkuiri lanjutan

Dalam tahap inkuiri lanjutan ini evaluator tidak berpegang teguh terhadap temuannya dalam langkah pertama. Kegiatan evaluator dalam tahap ini adalah memantapkan isu, kecenderungan, serta persoalan-persoalan yang ada sampai suatu titik dimana evaluator menarik kesimpulan bahwa tidak ada lagi persoalan baru yang muncul.

c) Usahan penjelasan

Dalam langkah memberikan penjelasan ini evaluator harus dapat menemukan prinsip-prinsip umum yang mendasari kurikulum disatuan pendidikan tersebut. Disamping itu evaluator harus dapat menemukan pola hubungan sebab akibat untuk menjelasakan mengapa suatu kegiatan dapat dikatakan berhasil dan mengapa kegiatan lainnya dikatakan gagal. Penjelasan merupakan hal penting dalam metode iluminatif.

4. Model Fenomena Sejarah

Model evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah merupakan suatu elemen dalam proses social yang digubungkan dengan perkembangan pendidikan, meliputi tiga model evaluasi:[9]

a. Evaluasi Model Penelitian

Model evalusi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan.

Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik.

Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas bermacam-macam benih. Berbagai macam benih ditanam pada petak-petak tanah yang memilki kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat diketahui benih mana yang paling produktif. Percobaan serupa juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktivitas suatu macam benih.

Model eksperimen dalam botani juga dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta sisterm sekolah dapat disamakan dengan tanah dan emeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak ) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan test (pe tes dan post tes).

Comparative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunkana eksperimen lapangan dan mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama membaca dengan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsur. Selanjutnya kita lihat kelompok mana yang akan lebih berhasil?

Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. PERTAMA, kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen. KEDUA, masalah teknis dan logis, yaitu mebciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. KETIGA, sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol. KEEMPAT, ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.

b. Evaluasi Model Objektif

Perbedaan model objektif dengan model komparatif adalah dalam dua hal. PERTAMA, dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum, kegiatan penilaiaan ini sering disebut evaluasi sumatif. KEDUA, kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus), keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan –tujuan tersebut. Tujuan dari comparative approach adalah menilaai apakah kegiatan yang dilakukan kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Oleh karena itu, kedua kelompok tersebut harus ekuivalen, tetapi dalam model objektif hal itu tidak menjadi soal.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembangan model objektif :

1. Ada kesepakatan tentang tujuan kurikulum

2. Merumuskan tujuan tersebut dalam perbuatan siswa

3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tesebut

4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

c. Model Campuran Multivariasi

Yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari dua pendekata tersebut (comparative approach dan model Tylor dan model Bloom). Strategi ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulumdan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-masing kurikulum.

Langkah-langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi / diteliti.

2. Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi optimal,

3. Sementara tim penyusun meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metde unsur, dapat disiapkan tes tambahan.

4. Bila semua informasi yang diharapkan telah berkumpul, maka mulaialah pekerjaan komputer.

5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.

Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam metode ini:

1. Diharapkan memberikan tes statistik yang signifikan,

2. Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung pda suatu saat, kemampuan komputer hanya sampai 40 variabel, sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan sampai 300 variabel.

3. Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah perbandingan.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Evaluasi kurikulum adalah serangkaian penilaian dan perbaikan pada setiap aspek pedoman penyelenggaraan pendidikan yang bersifat sistematis dan ilmiah. Evaluasi kurikulum mempunyai peranan penting yaitu :

1. Evaluasi sebagai moral judgement

2. Evaluasi dan penentuan keputusan

3. Konsensus nilai

Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah sebagai berikut :

1. Keterkaitan antara evaluasi kurikulum dan pengembangan kurikulum

2. Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum

3. Jenis-jenis strategi evaluasi

4. Prosedur strategi evaluasi

5. Komponen desain evaluasi

6. Proses evaluasi kurikulum

7. Rencana evaluasi kurikulum

Model-model evaluasi kurikulum berdasarkan perkembangan evaluasi di Amerika, Inggris dan Australia dibedakan menjadi:

a. Model Kuantitatif. Meliputi model Black Box Tyler, Model Teoritik Taylor dan Maguire, Model Pendekatan Sistem Alkin, Model Countenance Stake, Model CIPP

b. Model Ekonomi

c. Model Kualitatif. Meliputi model studi kasus dan model iluminatif.

Adapun evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah merupakan suatu elemen dalam proses social yang digubungkan dengan perkembangan pendidikan, meliputi tiga model evaluasi, yaitu:

a. Evaluasi model penelitian

b. Evaluasi model objektif

c. Evaluasi model campuran multivariasi

B. SARAN

Melihat pentingnya evaluasi kurikulum maka kami menyarankan kepada evaluator untuk memahami benar teori-teori evaluasi kurikulum serta teori kurikulum yang sedang dijalankan oleh satuan pendidikan. Sehingga evaluasi kurikulum tersebut bermanfaat sebagaimana tujuan dari evaluasi kurikulum itu sendiri.

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan saya sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan saran amat kami harapkan demi kesempurnaan kami dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Ali, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hermawan, A. H. 2009. Kurikulum dan Pebelajaran. Bandung: Jurusan kurtekpen.

S. Hamid Hasan. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19

http://unicahyadotcom.wordpress.com/2011/09/17/pengertian-fungsi-dan-tujuan-evaluasi-pembelajaran/ [diunduh pada tanggal 29 Mei 2013, pukul 12.43]


[1] Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm 173

[2] Ibid, hlm 172-173

[3] http://unicahyadotcom.wordpress.com/2011/09/17/pengertian-fungsi-dan-tujuan-evaluasi-pembelajaran/ [diunduh pada tanggal 29 Mei 2013, pukul 12.43]

[4] Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19

[5] Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm 179-182

[6] Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm 254-263

[7] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Remaja Rosdakarya, Bandung. 2007, hal.,255-262.

[8] S. Hamid Hasan,. 2008. Evaluasi Kurikulum.. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.179

[9] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah , Sinar Baru Algensindo,Bandung, 2009,hal., 131.

peran pengembangan kurikulum

Posted on

PERAN PENGEMBANG KURIKULUM SEKOLAH

A. Pendahuluan

Mutu bangsa bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak masa ini. Dan pendidikan formal (sekolah) merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan masyarakat untuk mencerdaskan anak bangsa. Untuk berjalannya pendidikan formal kita harus mengacu pada kurikulum yang merupakan konsep sistematis dan salah satu acuan terpenting dalam berjalannya kegiatan belajar mengajar (KBM) guna mencapai hasil pembelajaran yang memuaskan dan melahirkan generasi cerdas intelektual, emosional dan spiritual.

Pada hakikatnya, kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development, Theory and Practice” mengartikan kurikulum sebagai “A plan for leaerning” yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran.

Dalam Pengembangan kurikulum banyak unsur yang berperan penting, salah satunya adalah seorang guru yang yang merupakan salah satu komponen manusiawi di bidang kependidikan yang harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, salah satu peran guru adalah menjadi pelaksana kurikulum, guru dalam hal ini akan memberikan pengajaran sesuai dengan kurikulum untuk tercapainya tujuan yang ditentukan dalam proses belajar mengajar (PBM), guru harus menciptakan kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga akan memperoleh hasil pembelajaran yang memuaskan, karena pembelajaran berlangsung secara efektif, sesuai dengan acuan kurikulum yang telah ditentukan.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa Pengembang Kurikulum Sekolah ?

2. Apa peranan kepala sekolah dalam Pengembangan Kurikulum?

3. Apa peranan guru dalam Pengembangan Kurikulum

4. Apa peranan komite sekolah dan masyarakat dalam Pengembangan Kurikulum?

C. Tujuan

Untuk menjelaskan peranan kepala sekolah, guru, komite sekolah dan masyarakat dalam Pengembangan Kurikulum. Selain itu, Untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum.

D. Peran Pengembang Kurikulum

Otonomi pendidikan memberikan peluang kepada banyak pihak-pihak yang terkait dengan dunia persekolahan untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih, sehingga dapat mencerdaskan anak bangsa.

Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki tiga peran, yaitu peran konservatif, peranan kreatif, serta peran kritis dan evaluatif :

1. Peran Konservatif

Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Siswa perlu memahami dan menyadari norma-norma dan pandangan hidup masyarakatnya, sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat, mereka dapat menjunjung tinggi dan berperilaku sesuai dengan norma-norma tersebut.

Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajegan dan identitas masyarakat akan terpelihara dengan baik.

2. Peran Kreatif

Ternyata tugas dan tanggung jawab sekolah tidak hanya sebatas mewariskan nilai-nilai lama. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan zaman. Sebab pada kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah.

Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangakan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan social masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis. Kurikulum harus berperan kreatif, sebab manakala kurikulum tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan selamanya akan tertinggal, yang berarti apa yang diberikan di sekolah pada akhirnya akan kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan sosial masyarakat.

3. Peran Kritis dan Evaluatif

Tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat, demikian juga adakalanya nilai dan budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum diperlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Dengan ini, masyarakat menjadi salah satu pengguna jasa pendidikan yang menaruh harapan besar terhadap sekolah untuk dapat mengangkat derajat mereka pada tempat yang lebih baik karena sekolah menjadikan masyarakat sebagai manusia terdidik.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh banyak ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. Menurut pandangan lama kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Dan menurut pandangan baru kurikulum adalah bukan hanya terdiri atas mata pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.[1] Sedangkan, dalam Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan 2006 (BNSP) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[2]

Kurikulum merupakan salah satu konsep sistematis yang disusun untuk mencapai satu tujuan pendidikan. Akan tetapi, Di dalam kelas, kurikulum adalah benda hidup yang dinamis, karena seorang guru harus menerjemahkan kurikulum itu dalam bentuk interaksi hidup antara guru dan siswa.

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik.[3] Pengembangan kurikulum dilihat dari segi Pengelolaannya dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, seperti Sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah kurikulum yang disusun oleh tim khusus di tingkat pusat. Sedangkan, desentralisasi adalah kurikulum yang disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah.[4] Jadi, dalam pengembangan kurikulum desentralisasi, sekolah mempunyai peran penting untuk mengembangkan dan melaksanakan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dalam masyarakat, yang tentu memerlukan peserta lain diantaranya adalah kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Mereka berperan sebagai unsur yang setiap hari terlibat dalam kurikulum.

E. Peranan Kepala Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum

Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal bisa atau tidak bisa diterapkan di sekolah. Sesuai yang diamanatkan dalam Permendiknas No 13. tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah adalah kepala sekolah harus memenuhi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, dan sosial. Peran dan fungsi kepala sekolah secara umum antara lain sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.

1. Peran kepala sekolah sebagai educator (pendidik), memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Aspek prestasi sebagai guru, yaitu menyusun program pembelajaran, melaksanakan KBM, melaksanakan evaluasi, melaksanakan analisis hasil belajar, melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.

b. Aspek kemampuan membimbing guru, yaitu menyusun program pengajaran dan BK (Bimbingan Konseling), melaksanakan program pengajaran dan BK, mengevaluasi hasil belajar dan layanan BK, menganalisis hasil evaluasi belajar & layanan BK, melaksanakan program pengayaan & perbaikan.

c. Aspek kemampuan membimbing karyawan, yaitu menyusun program kerja, melaksanakan tugas sehari-hari, mengevaluasi dan mengendalikan kinerja karyawan secara periodik.

d. Aspek kemampuan membimbing peserta didik, yaitu kegiatan ekstrakurikuler, mengikuti lomba di luar sekolah (kesenian, olahraga, mata pelajaran).

e. Aspek kemampuan mengembangkan staf, yaitu melalui pendidikan/pelatihan tenaga administrasi secara teratur, melalui pertemuan sejawat/KKG, melalui seminar/diskusi/lokakarya,dll, melalui penyediaan bahan bacaan, memperhatikan kenaikan pangkat, mengusulkan kenaikan jabatan melalui seleksi calon kepala sekolah, pengawas.

f. Aspek kemampuan mengikuti perkembangan, yaitu melalui pendidikan/pelatihan, melalui pertemuan profesi KKKS, melalui seminar/lokakarya/diskusi, melalui bahan bacaan, melalui media elektronik.

g. Aspek kemampuan memberi contoh mengajar/BK yang baik, yaitu melalui jadwal pelajaran 6 jam mengajar per minggu/BK, melalui AMP, Prota, Promes, RPRR dan daftar nilai peserta didik/program layanan BK, memberi alternatif strategi pembelajaran efektif (pemanfaatan komputer, OHP,TV/Video, tape recorder dan sebagainya sebagai media pembelajaran)

2. Peran kepala sekolah sebagai manajer, memiliki beberapa aspek sebagai berikut :

a. Aspek kemampuan menyusun program, yaitu memiliki program jangka panjang (8 tahun) akademik/non akademik, jangka menengah (4 tahun) akademik/non akademik, jangka pendek (1 tahun) akademik/non akademik dan RAPBS, mekanisme monitor dan evaluasi pelaksanaan program secara sistematika dan periodik

b. Aspek kemampuan menyusun organisasi kepegawaian di sekolah, yaitu memiliki susunan kepegawaian sekolah, susunan kepegawaian pendukung antara lain pengelola perpustakaan, menyusun kepanitiaan untuk kegiatan temporer, antara panitia ulangan umum, panitia ujian, panitia peringatan hari besar keagamaan dan sebaginya.

c. Aspek kemampuan menggerakan staf (guru dan karyawan), yaitu memberi arahan yang dinamis, mengkoordinasi staf yang sedang bertugas, memberikan penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).

d. Aspek kemampuan mengoptimalkan sumber daya sekolah, yaitu memanfaatkan SDM secara optimal, sarana/prasarana sekolah secara optimal, merawat sarana/prasarana milik sekolah, mempunyai cacatan kinerja SDM yang ada di sekolah, program peningkatan mutu SDM

3. Peran kepala sekolah sebagai administrator memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Aspek kemampuan mengelola administrasi KBM dan BK, yaitu memiliki kelengkapan data administrasi proses belajar mengajar, data administasi BK, data administrasi praktekum/praktek, data administrasi belajar peserta didik di perpustakaan.

b. Aspek kemampuan mengelola administrasi kesiswaan, yaitu memiliki kelengkapan data administrasi kesiswaan, kelengkapan data kegiatan ekstrakurikuler, kelengkan data hubungan sekolah dan orang tua peserta didik.

c. Aspek kemampuan mengelola administrasi ketenagaan, yaitu memiliki kelengkapan data administrasi tenaga guru, data karyawan

d. Aspek kemampuan mengelola administrasi keuangan, yaitu memiliki admintrasi keuangan rutin, administrasi keuangan komite sekolah, administrasi sumber keuangan lain DOP, BOS

e. Aspek kemampuan mengelola administrasi sarana/prasarana, yaitu memiliki kelengkapan data administrasi gedung/ruang, data administrasi meubiler, data administrasi alat lab/bengkel, administrasi data administrasi buku/pustaka,data mesin kantor.

f. Aspek kemampuan administrasi persuratan, yaitu memiliki kelengkapan data administrasi surat masuk, data administrasi surat keluar, data administrasi surat keputusan/surat edaran dan lain-lain.

4. Peran kepala sekolah sebagai supervisor memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Aspek kemampuan menyusun program supervisi pendidikan, yaitu memiliki program supervisi kelas (KBM) dan BK, program supervisi untuk kegiatan ekstrakurikuler, program supervisi kegiatan lainnya (perpustakaan, laboratorium, evaluasi dan administrasi sekolah).

b. Aspek kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan, yaitu melaksanakan program supervisi pendidikan kelas/akademik/klinis, program supervisi dadakan (non klinis), program supervisi kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain.

5. Peran kepala sekolah sebagai leader (pemimpin), memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Aspek memiliki kepribadian yang kuat, yaitu jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil keputusan, berjiwa besar, dapat mengendalikan emosi, sebagai panutan/teladan.

b. Aspek memahami kondisi guru, karyawan dan peserta didik dengan baik, yaitu memahami kondisi guru, kondisi karyawan, kondisi peserta didik, program/upaya memperbaiki kesejahteraan karyawan, upacara hari Senin dan upacara lain untuk memahami kondisi peserta didik, guru dan karyawan secara keseluruhan, mau mendengar/menerima usul/kritikan/saran dari guru/karyawan/peserta didik melalui pertemuan.

6. Peran kepala sekolah sebagai inovator, memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Kemampuan mencari/memenukan gagasan baru untuk pembaharuan di sekolah, yaitu mampu mencari/menemukan gagasan baru (proaktif), memilih gagasan baru yang relevan, mengimplementasikan gagasan baru dengan baik (sinergis).

b. Aspek kemampuan melaksanakan pembaharuan di sekolah, yaitu mampu melaksanakan pembaharuan di bidang KBM/BK, melaksanakan pembaharuan di bidang pengadaan & pembinaan tenaga guru & karyawan, melaksanakan pembaharuan di bidang kegiatan ekstrakurikuler, melaksanakan pembaharuan dalam menggali sumber daya dari komite dan masyarakat.

7. Peran kepala sekolah sebagai motivator. memiliki beberapa aspek sebagai berikut.

a. Aspek kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik), yaitu mampu mengatur ruang (KS, Wakil KS,TU) yang kondusif untuk bekerja, ruang kelas yang kondusif untuk KBM,BK/UKS, perpustakaan yang kondusif untuk belajar, halaman lingkungan sekolah yang sejuk, nyaman dan teratur.

b. Aspek kemampuan mengatur suasana kerja (non fisik), yaitu mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis sesama guru, menciptakan hubungan kerja yang harmonis sesama karyawan, menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara guru dan karyawan, menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah.

c. Kemampuan menetapkan prinsip penghargaan dan hukuman, yaitu mampu menerapkan prinsip penghargaan (reward), menerapkan prinsip hukuman (punishment), menerapkan/mengembangkan motivasi internal dan eksternal bagi warga masyarakat.

Melihat peran kepala sekolah di atas memperlihatkan bahwa kepala sekolah mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan kurikulum dan berbeda di garis depan perubahan kuriku­lum. Sebagai pemimpin profesional ia menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan ke dalam kurikulum. Ia sendiri harus mempunyai latar belakang yang mendalam tentang teori dan praktik kurikulum. Perubahan kurikulum hanya akan berjalan dengan dukungan dan dorongan kepala sekolah. Ia dapat mem­bangkitkan atau mematikan perubahan kurikulum di sekolahnya. Dialah tokoh utama yang mendorong guru agar senantiasa melakukan upaya-upaya pengembangan, baik bagi diri guru maupun tugas keguruannya.[5]

F. Peranan guru dalam Pengembangan Kurikulum

Apabila kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah, maka guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan layanan pendidikan sekolah. Gurulah pemeran utama aktivitas sekolah. Karena itu tugas guru merupakan profesi yang menuntut keahlian, bukan sekadar “tukang mengajar”. Karena guru memegang peranan yang cukup penting dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengembangan kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun seorang guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum tersebut, namun seorang gurulah yang mengolah dan meramu kembali kurikulum dari pusat.

Guru memegang peranan yang sangat penting baik di dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana, pelaksana, dan pengemban kurikulum bagi kelasnya. Peranan guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar murid-murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang luas. Hasil-hasil penilaian demikian akan sangat membantu pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan-hambatan dalam implementasi kurikulum dan juga membantu mencari cara untuk mengoptimalkan kegiatan guru.

Guru tidak hanya berperan sebagai guru didalam kelas, ia juga seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar, pencoba penyusunan organisasi, manager system pengajaran, pembimbing baik di sekolah maupun masyarakat dalam hubungannya dengan pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Sebagai pelaksana kurikulum maka guru pula  yang harus menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Berkat keahlian, keterampilan, dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.

Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selau bermuara pada guru. Hal ini menunjukan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya, pada masa-masa mendatang ada harapan baru yang cukup menjajikan bagi guru dan orang yang ingin menjadi guru dengan keluarnya PP RI No. 38/1992 yang memuat pasal 64 pasal tentang tenaga kependidikan. Kehadiran PP ini membawa implikasi (hubungan keterlibatan) yang cukup fundamental dan realistis meskipun dalam beberapa hal tertentu masih perlu dipertanyakan.

Guru, menurut Pasal 35 PP 38/1992, diperkenankan bekerja di luar tugasnya untuk memperoleh penghasilan tambahan sepanjang tidak terganggu tugas utamanya. Kebolehan mengerjakan tugas lain memberi kesan berkurangnya derajat profesionalisme keguruan para guru walaupun tidak mengganggu tugas utama mereka sebagai pengajar, apalagi jika mengingat tidak tegasnya batasan tidak mengganggu tugas utama itu

Seorang guru haruslah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum. Seorang guru juga dituntut untuk selalu mencari gagasan atau ide (kreatif) yang baru dalam proses pembelajaran agar hasil belajar peserta didik dari waktu ke waktu meningkat. Peranan guru dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum secara aktif, sebagai berikut:

1. Pertama, guru sebagai pemberi pertimbangan (perencana Kurikulum). Keputusan mengenai kurikulum sekolah secara institusional terletak pada tangan kepala sekolah. Dalam konteks ini guru adalah pemberi pertimbangan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

2. Kedua, guru sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah. Konsep ini dapat ditarik kedalam dua konteks. Kesatu, guru sebagai pelaksana proses pengembangan kurikulum sekolah terlibat sebagai tim yang ditunjuk untuk membuat kurikulum sekolah.

3. Selanjutnya, guru sebagai pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah. Peran ini berkaitan dengan tugas pokok guru sebagai pengampu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu. Disini guru menjabarkan kurikulum sekolah menjadi bentuk – bentuk program yang lebih rinci (silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran).

4. Dalam melakukan perubahan kurikulum, hendaknya diselidiki dan dipertimbangkan sikap dan reaksi guru terhadap perubahan itu. Keberhasilan perubahan yang terjadi bergantung pada kesusaiannya dengan nilai-nilai guru dan taraf pertisipasinya dalam perubahan itu.

5. Guru sebagai sebagai pengadministrasi kurikulum, guru harus menguasai tujuan kurikulum, isi program (pokok bahasan/sub pokok bahasan) yang harus diberikan peserta didik.[6]

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa yang memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum ialah guru karena dialah yang paling bertanggung jawab atas mutu pendidikan anak didiknya. Terkadang guru terkendala karena masalah profesionalitasnya, karena pembelajaran yang dilakukannya tidak berbeda dari waktu kewaktu, hanya mengulang-ulang. Profesinalisme guru akan dapat berkembang, apabila ia membiasakan diri untuk : 

1. berunding dan bertukar pikiran dengan siswa, dan terbuka terhadap pendapat mereka

2. belajar terus dengan membaca literatur yang terkait dengan profesinya

3. bertukar pikiran dan penglaman dengan teman guru-guru lainnya atau dengan kepala sekolah.

Perkembangan profesionalisme akan terbantu bila sekolah secara berkala mengadakan rapat atau diskusi khusus untuk membicarakan hal -hal yang terkait dengan kurikulum serta perbaikannya.

Masih banyak pihak lain selain kepala sekolah dan guru yang dapat membantu pengembangan kurikulum. Namun demikian, kepala sekolah dan guru merupakan pemeran utama yang perlu menerima, mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

G. Peranan komite sekolah dan masyarakat dalam Pengembangan Kurikulum

Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan diberlakukannya otonomi sekolah.  Ini ditetapkan pada keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002. Dalam keputusan ini, komite sekolah dimaksudkan sebagai sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Pembentukan komite sekolah bertujuan:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan sekolah.

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan  dan pelayanan pendidikan sekolah yang berkualitas.

Bertolak dari tujuan tersebut, komite sekolah memiliki peran sebagai berikut:

1. Advisory agency, yaitu pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekolah.

2. Suporting agency, yaitu pendukung baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun  tenaga, dalam penyelengaraan pendidikan sekolah.

3. Controlling agency, yaitu pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan sekolah; serta

4. Mediate agency, yaitu mediator antara pemerintah dan masyarakat.[7]

Peran komite sekolah dalam pengembangan kurikulum tidak terlepas dari keempat peran tersebut. Keempat peran tersebut saling terkait satu sama lain dan berlangsung secara simultan. Sebagai advisory agence, komite sekolah dapat memberikan atau menyampaikan gagasan, usulan-usulan, atau pertimbangan-pertimbangan untuk penyempurnaan kurikulum yang ada menuju kurikulum sekolah yang lebih baik.

Walaupun secara pokok sudah tersedia kurikulum tingkat nasional, namun masih terbuka bagi pihak sekolah untuk melaksanakan eksplorasi, pengembangan, dan penajaman-penajaman, serta dikemas dalam program inti atau program tambahan, kegiatan intrakulikuler ataupun ekstrakulikuler. Dalam peran Advisory agence ini pula komite sekolah terlibat dalam pengesahan kurikulum sekolah.

Terkait dengan peran sebagai advisory agence, maka komite sekolah berada dalam komitmen lanjutan. Muncullah peran berikutnya, yaitu supporting agence.  Pengembangan kurikulum berkait dengan banyak persoalan baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, yang bersifat manusia dan non manusia. Dalam hal ini, dukungan komite sekolah dapat berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga.

Komite sekolah adalah sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.

Kurikulum pada dasarnya adalah rencana program pendidikan. Karenanya dalam pengembangan kurikulum harus dipikirkan dan direncanakan segenap aspek kurikulum. Dengan maksud mewadahi dan memaksimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka disinilah peran sebagai supporting agence menjadi sangat menentukan.

Sebagai controlling agency, komite sekolah melakukan kontrol atas penyelenggaraan program pendidikan. Transparansi dan akuntabelitas penyelenggaraan dan hasil pendidikan sekolah harus diwujudkan.

Dalam konteks pengembangan kurikulum, peran kontrol komite sekolah ini bisa pula diarahkan pada pengawasan, misalnya, apakah proses pengembangan yang ditempuh sudah memenuhi norma dan ketentuan sebagaimana harusnya, apakah pengembangan kurikulum telah memperhatikan dan melibatkan pihak-pihak yang terkait, apakah sudah terukur untuk kemajuan anak, dsb. Peran ini harus dapat diterapkan agar pengembangan kurikulum benar-benar komprehensip.

Sebagai media agency, komite sekolah bertindak sebagai mediator antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Dengan peran komite sekolah sebagai mediator, maka pengembangan kurikulum sekolah menjadi lebih terbuka dalam mengeksplorasi sumber daya yang ada disekitar sekolah. Program (kurikulum) sekolah pun menjadi lebih dinamis.

Pada akhirnya, dengan bersinerginya kepala sekolah, guru, dan komite sekolah dalam pengembangan kurikulum, hal itu akan menjadi penyelenggaraan pendidikan di sekolah lebih dinamis dan semakin besar peluangnya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Adapun peranan orang tua murid dalam pengembangan kurikulum karena Peranan mereka dapat berkenaan 2 hal yaitu  dalam penyusunan kurikulum dan dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai.

Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang erat antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan dirumah, dan orang tua sewajarnya mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya dirumah. Orang tua juga secara berkala menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari sekolah berupa rapor dan sebagainya.

Orang tua juga dapat turut serta berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, lokakarya, seminar, pertemuan orang tua-guru. Pameran sekolah, dan sebagainya. Melalui pengamatan dalam kegiatan belajar di rumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah orang tua dapat ikut serta dalam pengembangan kurikulum terutama dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar yang sewajarnya, minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh, penyelesaian tugas-tugas serta partisipasi dalam setiap kegiatan di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kurikulum.

H. Kesimpulan

1. Dalam pengembangan kurikulum sekolah mempunyai peran penting untuk mengembangkan dan melaksanakan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dalam masyarakat yang tentu memerlukan peserta lain, diantaranya adalah kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Mereka berperan sebagai unsur yang setiap hari terlibat dalam kurikulum sehingga kurikulum yang merupakan sebuah konsep yang sistematis dapat diwujudkan dengan tercapainya tujuan yang sbelumnya dilakukan.

2. Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Secara umum, peran dan fungsi kepala sekolah adalah meliputi manajer, innovator dan juga fasilitator dalam pengembangan kurikulum.

3. Apabila kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah, maka guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan layanan pendidikan sekolah. Karena itu, Peranan guru dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum secara aktif, diantaranya adalah sebagai pemberi pertimbangan (perencana Kurikulum), pelaksana pengembangan kurikulum sekolah, pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah, yang melakukan perubahan kurikulum, juga sebagai pengadministrasi kurikulum.

4. Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan diberlakukannya otonomi sekolah.  Ini ditetapkan pada keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002, dan beberapa peran komite sekolah dalam tonomi pendidikan, diantaranya :

a. Advisory agency, yaitu pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekolah.

b. Suporting agency, yaitu pendukung baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun  tenaga, dalam penyelengaraan pendidikan sekolah.

c. Controlling agency, yaitu pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan sekolah; serta

d. Mediate agency, yaitu mediator antara pemerintah dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002. Jakarta: Kemendiknas

Uno, Hamzah B. 2011. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi aksara

Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulumn : Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas

http://iswandirangkuti.blogspot.com/2013/04/peran-komite-dalam-pengembangan.html (diunduh pada tanggal 2 september 2013 pukul 10.29)


[1] Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal. 3-4

[2] Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas, hal. 6

[3] Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal. 183

[4] Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulumn : Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal. 198

[5] http://iswandirangkuti.blogspot.com/2013/04/peran-komite-dalam-pengembangan.html (diunduh pada tanggal 2 september 2013, pukul 10.29)

[6] Uno, Hamzah B. 2011. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi aksara, hal. 25-26

[7] Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002. Jakarta: Kemendiknas

landasan pengembangan kurikulum

Posted on

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan social-budaya, dalam pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, dalam makalah ini kami mencoba memaparkan landasan-landasan tersebut dalam pengembangan suatu kurikulum.

Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat di kerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.

Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian filosofis, psikologis, dan sosial-budaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok masalah yang akan dikaji pada makalah ini, yaitu:

1. Apa yang dimaksud landasan filosofis pengembangan kurikulum?

2. Apa yang dimaksud landasan psikologis pengembangan kurikulum?

3. Apa yang dimaksud landasan sosial-budaya pengembangan kurikulum?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui landasan filosofis pengembangan kurikulum

2. Mengetahui landasan psikologis pengembangan kurikulum

3. Mengetahui landasan sosial-budaya pengembangan kurikulum.

BAB II

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pada hakikatnya pengembangan kurikulum itu merupakan usaha untuk mencari bagaimana rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lembaga. Pengembangan kurikulum di arahkan pada pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan keterampilan yang akan menjadi isi kurikulum yang disusun dengan fokus pada nilai-nilai tadi. Adapun selain berpedoman pada landasan-landasan yang ada, pengembangan kurikulum juga berpijak pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Bab X tentang kurikulum, pasal 36 ayat 1 bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntunan dan tantangan perkembangan masyarakat.

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu. Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.

Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.

Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan  sebagai pedoman penyelenggaraan  kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengembangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
  2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
  3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik.
  4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
  5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
  6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, suatu prinsip yang mendasari. Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum adalah suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum agar dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan pendidikan dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara umum dapat disimpulkan bahwa landasan pokok dalam pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosial-budaya.[1]

A. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendiidkan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut merupakan pertanyaan – pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial, yaitu jawaban – jawaban filosofis.

Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tau atau mengetahui. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal atau berfikir sampai ke akar-akarnya.

Berfilsafat diartikan pula berfikir secara radikal, berfikir sampai ke akar. Secara akademik, filsafat berarti upaya untuk menggambarkan dan menyatakan sesuatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia didalamnya. Berfilsafat berarti menangkap sinopsis peristiwa-peristiwa yang simpang siur dalam pengalaman manusia.

Terdapat perbadaan pendekatan antara ilmu dengan filsafat dalam mengkaji atau memahami alam semesta ini. Ilmu berkenaan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya, berusaha melihat segala sesuatu secara objektif, menghilangkan hal-hal yang bersifat subjektif. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya, faktor-faktor subjektif dalam silsafat sangat berpengaruh. Filsafat dan ilmu mempunyai hubungan yang saling mengisi dan melengkapi (komplementer). Filsafat memberikan landasan-landasan dasar bagi ilmu. Keduanya dapat memberikan bahan-bahan bagi manusia untuk membantu memecahkan barbagai masalah dalam kehidupannya.

Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut filsafat pendidikan. Walaupun dilihat sepintas, filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat.[2]

Dalam perkembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.[3]

Berdasarkan luas lingkup yang menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang besar, yaitu:

1. Cabang Filsafat Umum terdiri atas:

1) Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau realitas yang meliputi (1) metafisika umum atau ontologi, dan (2) metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antrofologi filsafat (hakikat manusia).

2) Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan,  dan batas-batas pengetahuan); dan hakikat penalaran (induktif dan deduktif).

3) Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya  etika (hakikat kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan).

2. Cabang-cabang filsafat khusus atau filsafat terapan

Cabang-cabang filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada  kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan.

Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian  sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.

2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?

3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.

4) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.

5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Pandangan-pandangan filsafat  sangat dibutuhkan dalam pendidikan,  terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.  Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya. Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.

Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.

B. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan mahkluk yang lainya, karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek psikologis.

Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya.

Kondisi psikologis tiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini peun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara individu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan.perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melaluiproses peniruan, pengingatan, pembiasan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah.

Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari perkembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik didalam merumuskan tujaun, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembalarjaran serta teknik-teknik penilaian. Psikologi perkembangan membahas membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. Sedangkan psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaiman individu belajar. Perkembangan kurikulum tidak akan terlepas dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Banyak teori yang membahas tentang belajar sebagai proses perubahan perilaku. Namun, demikian, setiap teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia. [4]

a. Psikologi perkembangan

Psikologi perkembangan membahas membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. Pengetahuan tentang perrkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus, studi longitudinal, menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilkakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkat usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan,serta perilaku mereka. Studi psikoanalitik dilakukan oleh sigmund frued beserta para pengikutnya. Studi ini lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak (balita). Menurut mereka, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita ini dapat mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Metode lain yang sering digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologis perkembangan menarik bebera kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Studi demikian pernah dilakukan oleh jean piaget tentang perkembangan kognitif anak.

Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan pentahapan, pendekatan diferensial, dan pendekatan ipsatif.

b. Psikologi Belajar

Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Banyak sekali definisi tentang belajar. Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengelaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, efektif, maupun psikomotor dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikatagorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena insting atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar.

Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan koperhensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik ditingkat macro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan. Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat yang mungkin ditimbulkannya.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati (2003) memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati (2003) mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :

1. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.

2. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.

3. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;

4. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan

5. keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.[5]

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2004) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.[6]

C. Landasan Sosial-Budaya Pengembangan Kurikulum

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

Gagasan pemerintah untuk merealisasikan penegmbangan kurikulum muatan lokal tersebut yang dimulai pada sekolah dasar, tlah diwujudkan dalam Keputusan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaanya dalam Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar Menengah No. 173/C/Kep/M/1987Tanggal 7 Oktober 1987dalam sambutannya Mendikbud menyatakan:” Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya”muatan lokal” dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri” (Umar Tirtaraharja dan Lasula 2000:274).

Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan disebagian besar bsekolah adalah mata pelajaran Keterampilan, Kesenian dan Bahasa Daerah. Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal bertujuan:

a. melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.

b. Mengubah nilai dan sikap terhadap masyarakat lingkungan kearah yang positif.

Jika dilihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum muatan lokal bertujuan:

a. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya ( lingkungan alam sosial dan budaya)

b. Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan lingkungannya.

c. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang ditemukan dilingkungan sekitarnya (Umar Tirtarahardja dan La Sula,2000:276).

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Kurikulum baik, pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasikan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU No. 20 Tahun 2003.

Dalam landasan pembelajaran kurikulum terdapat tiga landasan utama yaitu landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan sosial-budaya.

1. Landasan Filosofis

Asumsi-asumi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumi filosofis tersebut berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau meteri pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.

Dalam landasan filosofis terdapat lima aliran yaitu perenialisme, essensialisme, eksistensialisme, progresivisme, rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis

Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang  dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karaktersitik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar.

Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistic.

3. Landasan Sosial-budaya

Landasan sosial budaya, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antrofologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial budaya di mana peserta didik hidup  berimplikasi pada  program pendidikan yang akan dikembangkan.

Israel Scheffer mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, ada dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.

Kurikulum yanga dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

DAFTAR PUSTAKA

Tim pengembanngan MKDP kurikulum dan pembelajaran.2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers

Sukmadinata,N.S. 2006. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yulaelawati,Ella. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif, Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Puskur Balitbang.

Yulaelawati,Ella. 2003. Penilaian Kelas, Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Puskur Balitbang.

Mulyasa,E.2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Tim pengembanngan MKDP kurikulum dan pembelajaran.2011.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Rajawali Pers

[2] Sukmadinata,N.S.2006.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

[3] Yulaelawati,Ella.2003.Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif,Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Puskur Balitbang.

[4] Sukmadinata,N.S.2006.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

[5] Yulaelawati,Ella.2003.Penilaian Kelas,Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Puskur Balitbang.

[6] Mulyasa,E.2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

model pengembangan kurikulum

Posted on

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan kurikulum  tidak dapat  lepas  dari  berbagai  aspek  yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya,  dan  sosial),  proses  pengembangan,  kebutuhan  peserta  didik,  kebutuhan masyarakat  maupun  arah  program  pendidikan. Aspek-aspek tersebut  akan menjadi bahan  yang perlu  dipertimbangkan  dalam  suatu pengembangan  kurikulum. Model  pengembangan  kurikulum  merupakan  suatu alternatif  prosedur  dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan  mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat  menggambarkan  suatu proses  sistem  perencanaan  pembelajaran  yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk 2009: 74).

Berbagai macam model kurikulum telah dikembangkan oleh para ahli kurikulum, pendidikan dan psikologi. Sudut pandang ahli yang satu terkadang berbeda dengan sudut pandang ahli yang lain. Ada yang memandang dari sudut isinya dan ada juga yang memandang dari sisi pengelolaanya (sentralisitik/desentralistik). Tidak sedikit pula ahli yang mengembangkan model kurikulum dari sisi proses penggunaan kurikulum tersebut. Namun demikian, jika anda teliti lebih lanjut, para ahli tersebut mempunyai satu tujuan/arah yaitu mengoptimalkan kurikulum.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas pemakalah ingin memperjelas dengan rumusan dan batasan masalah sebagai berikut:

1. Apa Definisi Model Pengembangan Kurikulum?

2. Ada Berapa Model yang Dipergunakan dalam Pengembangan Kurikulum?

3. Apa Pendekatan Pengembangan Kurikulum?

4. Ada Berapa Macam Pendekatan Pengembangan Kurikulum?

C. Tujuan Pembahasan

1. Menjelaskan Definisi Model Pengembangan Kurikulum

2. Menjelaskan Berbagai Jenis Model Pengembangan Kurikulum

3. Menjelaskan Pendekatan Pengembangan Kurikulum

4. Menjelaskan Berbagai Jenis Pendekatan Pengembangan Kurikulum

BAB II`

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. DEFINISI MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk dapat tercapainya proses belajar mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggota stafnya. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 59)

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62)

Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.

Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Jadi model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. (http://wulanendang.blogspot.com/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum)

Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum.

Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.

Menurut Ralph Tyler ((H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62) mengatakan, bahwa ada empat penentu dalam pengembangan kurikulum:

a. Menentukan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial.

b. Menentukan proses pembelajaran

Menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik.

c. Menentukan organisasi pengalaman belajar

Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.

d. Menentukan evaluasi pembelajaran

Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.

Menurut Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)

Menurut Beane, Toefer dan Allesia menyatakan bahwa perencanaan ataw pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative ( line staff ), the grass roots,  Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan  Emerging technical model. Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk memahami model pengembangan kurikulum.

B. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Model Zais

Robert S.zais (1978) mengemukakan empat macam model pengembangan kurikulum. Antara lain :

a. Model Administratif

Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan dan mengunakan prosedur administrasi.

Model pengembangan ini bersifat sentralisasi. Cara kerjanya yaitu atasan – bawahan (top – down) Kerjanya model ini adalah pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan staf pengajar inti. Panitia pengarah ini bertugas merencanakan memberikan pengarahan tentang garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. Selesai pekerjaan tersebut mereka menunjuk kelompok kerja sesuai dengan keperluan anggota, kelompok kerja umumnya terdiri atas staf pengajar dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila dipandang perlu, akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya.

Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratif kita dapat menandai ada 2 kegiatan di dalamnya yaitu kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurikulum dengan baik, dan kegiatan evaluasi.

Model pengembangan kurikulum Robert S.Zais ini sering disebut model administratif atau model garis dan staf atau bisa juga disebut model dari bawah ke atas. Disebut demikian karena dalam pengembangannya, sbb. :

Ø Pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah.

Ø Panitia pengarah merencanakan, mengarahkan dan menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan (terdir dari pengawas, kepala sekolah dan guru inti).

Ø Panitia pengarah membentuk Panitia kerja yang terdi dari staf pengajar dan ahli kurikulum.

Ø Komisi-komisi dari panitia kerja melakukan uji coba.

Ø Hasil uji coba dievaluasi oleh panitia pengarah untuk kemudian diuji cobakan lagi, baru diputuskan untuk dilaksanakan.

b. Model Grass Roots

Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari model adaministratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam prosesnya pengembangan ini diawali atau dimulai dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifek menuju bagian-bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots, di antaranya :

1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional;

2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan kurikulum;

3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi;

4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip, maupun rencana-rancana.

Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat. (E. Mulyasa, 2006: 99 – 100)

c. Model Terbalik Hilda Taba

Model yang dikemukakan Hilda (E. Mulyasa, 2006: 103 – 104) ini berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya ini dinamakan model terbalik.Model ini diawali justru dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan untuk meneukan antara teori dan praktek.

Pengembangan model ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu :

Ø Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar.

Ø Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajar.

Ø Menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta mengkonsolidasikannya.

Ø Menyususn kerangka teroritis.

Ø Menyususn kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya.

d. Model pemecahan masalah

Dikenal dengan nama action research model. Kurikulum model ini sudah melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi siswa, orang tua guru, srta system sekolah sukmadinata (2005: 169) menyebutkan ada dua langkah dalam penyusunan kurikulum jenis ini:

Ø Melakukan kajian tentang data-data yang dikumpulkan sebagai bahan penyusunan kurikulum, data yang dikumpulkan hendaknya valid dan riabel agar dapat digunakan sebagai dasar yang kuat karena data yang lemah akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Ø Melakukan implementasi atas keputusan yang dihasilkan pada langkah pertama. Dari proses ini akan diperoleh data-data (informasi) baru yang dimanfaatkan untuk mengefaluasimasalah-masalah yang muncul di lapangan sebagai tindak lanjut untuk memperbaiki kurikulum.

Adapun dalam beberapa kajian lain selain dari empat model yang telah di kemukakan di atas, ada beberapa model kurikulum yang lain yaitu:

a. The Demostration Model 

Model demontrasi pada dasarnya bersifat grass-root, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan kurikulum. 

Menurut Smith, Stanley, dan Shores dalam Sukmadinata (2012:165), model demonstrasi ini terdiri atas dua bentuk, yaitu: 

1) Bentuk pertama cenderung bersifat formal, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah sat atu beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang, seperti direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, dan sebagainya. 

2) Bentuk kedua kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas. 

Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini (Sukmadinata, 2012:165), yaitu: 

1) Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau spek tertentu dari kurikulum yang lebih parkatis. 

2) Pengembangan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit kemungkinan untuk ditolak oleh administrator dibandingkan dengan pengembangan yang menyeluruh. 

3) Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model ini dapat mengatasi hambatan yang sering dialami, yaitu dokumentasinya bagus tetapi pelaksanaannya tidak ada. 

4) Model ini menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru. Selain memiliki kebaikan, model ini juga memiliki kelemahan, yaitu bagi guru-guru yang tidak berpartisifasi akan menerimanya dengan separuh hati dan yang terburuk mungkin akan terjadi apatisme. 

b. Beauchamp’s System Model 

Model ini dikemukakan oleh G.A. Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima langkah proses pengembangan kurikulum seperti yang dikutip oleh Sanjaya (2010:91) sebagai berikut. 

1) Menetapkan wilayah atau arena yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut. Wilayah tersebut bisa terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional. 

2) Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli pendidikan/kurikulum, para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah, para profesional dalam sistem pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. 

3) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. 

4) Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum, seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana dan fasilitas yang tersedia, manajemen sekolah, dan lain sebagainya.

5) Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut: evaluasi terhadapa pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap desain kurikulum, evaluasi keberhasilan anak didik, dan evaluasi sitem kurikulum. 

c. Roger’s Interpersonal Relations Model 

Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan (dalam Arifin, 2012:142). Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak memiliki perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini individu akan berubah. 

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata (2012:167) yaitu sebagai berikut:

1) Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut. 

Ø He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.

Ø He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.

Ø He has less need to protect bureaucratic rules.

Ø He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because hi is more open and less self-protective.

Ø He is more person oriented and democratic.

Ø He openly confronts personal emotional frictiona between himself and colleagues.

Ø He is more able to accept both positive and negative feedback and use it constructively.

2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para adminnistrator, dengan beberapa tambahan berikut. 

Ø He is more able to listen to students.

Ø He accepts innovative, torublesome ideas from students, rather than insisting on conformity.

Ø He pays as much attention to his relationships with student as he does to course content.

Ø He works out problems with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner.

Ø He develops an equalitarian and democratic classroom climate .

3) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:

Ø He feels freer to express both positive and negative feeling in class.

Ø He works through these feeling toward a realistic solution.

Ø A has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.

Ø He discovers that he is responsible for his own learning.

Ø He a we and fear of authority diminish as he finds teachers and admnistrators to be fallible human being.

Ø He finds that the learning process enables him to deal with his life.

4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. 

d. Emerging Technical Model 

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yang menurut Sukmadinata (2012:170) diantaranya: 

1) The behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan perilaku atau kemampuan. Perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku perilaku sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks. 

2) The System Analysis Model, berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. 

3) Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentfikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer dan dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.

2. Model Pengembangan Kurikulum Rogers

Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya. Adapun model-model tersebut sebagai berikut:

Model I (paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan informasi dan ujian. Hal ini didasari atas asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.

Model yang sederhana ini menggambarkan dua pertanyaan pokok yang menjadi inti model yaitu :

1. Mengapa saya mengajarkan mata pelajaran ini?

2. Bagaimana saya dapat mengetahui keberhasilan pelajaran yang saya ajarkan?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut tentu guru harus mempertimbangkan ketepatan dan kerelevansian bahan pelajaran yag diajarkan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat.

Model II adalah penyempurnaan dari model I dengan menambahkan pokok yang belum tercover pada model I yaitu mengenai metode dan organisasi bahan pelajaran. Pertanyaan yang menjadi gambaran pokok model ini adalah :

1. Mengapa saya mengajarkan bahan pelajaran ini dengan metode ini ?

2. Bagaimana saya harus mengorganisasikan bahan pelajaran ini ?

Model III pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan dari model II yang belum bias memberikan alternative pokok atas unsure teknologi pendidikan kedalamnya. Hal itu didasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan factor yang sangat menunjang dalam keberhasilan belajar mengajar. Pertanyaan pokok yang tercover dari model III adalah :

1. Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipergunakan dalam mata pelajaran ?

2. Alat atau media apakah yang dapat dipergunakan dalam pelajaran tertentu?

Namun, nampaknya perkembangan model kurikulum ini juga belum mencerminkan tujuan dari model pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu,disempurnakan lagi oleh model IV dengan memasukkan unsure tujuan didalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 50-53)

Model IV di samping berbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III, pada model IV ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan, yaitu tujuan. Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan digunakan.

C. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan kurikulum seyogyanya dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara integrative, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh.

Ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:

1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Studi Approach)

Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam system pendidikan kita sekarang disemua sekolah dan universitas. Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dank arena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang di ajarkan. (H.M Ahmad Dkk, 1997: 75 – 76)

2. Pendekatan Berorientasi pada tujuan

Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:

Ø Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum.

Ø Tujuan yang jelas pula didalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Ø Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.

Ø Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu menyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). (H.M Ahmad Dkk, 1997: 74)

3. Pendekatan dengan Organisasi Bahan

Ø Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum

Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.

Ø Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum

Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

Ø Pendekatan Struktural

Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas ilmu bumi, sejarah, dan ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topic) dari ilmu bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup suatu bidang studi.

Ø Pendekatan Fungsional

Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya.

Ø Pendakatan Tempat/Daerah

Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai segi wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.

Ø Pendekatan Pola Integrated Curriculum

Pendekatan ini di dasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.

Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan disekolah disrtai dengan penilaina yang intensif, dan penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengankomponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang mengambil keputusan kurikulum. (H.M Ahmad Dkk, 1997: 73)

4. Pendekatan Rekonstruksionalisme

Pendekatan ini memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti: polusi, ledakan, penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi. Dalam gerakan ini terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurikulum, yaitu:

Ø Rekonstruksionalisme Konservatif

Pendekatan ini menganjurkan agar pendidikan ditunjukkan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.

Ø Rekonstruksionalisme Radikal

Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun nonformal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 91)

5. Pendekatan Humanistik

Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan pengembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bahan integral dari proses belajar. Para pendidik humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu member hasil maksimal. (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 86)

6. Pendekatan Akuntabilitas

Akuntabilitas lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal penting dalam dunia pendidikan. Suatu system yang akuntabel menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.

Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum.

Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.

Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan.

B. Saran

Sebagai tenaga profesional guru dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan kurikulum karena kurikulum merupakan nadi penggerak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, penelitian atau memperkaya diri dengan melalui bahan bacaan, internet dan sebagainya.

Makalah ini sangat terbatas dalam menyajikan model-model pengembangan kurikulum dan masih banyak lagi model-model pengembangan kurikulum yang belum, oleh karena itu perlu dicari tahu lagi yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. M, Dkk. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV Putaka Setia

Hamaik,Oemar. 2011. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikuum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, N.S. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

http://wulanendang.blogspot.com/2013/04/model-model-pengembangan-kurikulum

http://emahannasijada.blogspot.com/2012/11/model-model-pengembangan-kurikulum. 22.03, 05-10-2013

konsep dan prinsip pengembangan kurikulum

Posted on Updated on

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pemaparan tersebut kurikulum mempunyai kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai instrumental input yang sesuai dengan falsafat hidup bangsa.

Dengan demikian, guru yang professional dituntut memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, memiliki keahlian yang sesuai dengan latar belakang yang ditekuninya. Sehingga ia mampu menggunakan dan mengembangkan kurikulum yang mengacu pada standar nasional pendidikan sebagai bentuk penjaminan ketercapaiannya tujuan pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka didapat beberapa rumusan masalah, diantaranya :

a. Apa saja konsep-konsep yang dalam pengembangan kurikulum ?

b. Apa saja prinsip-prinsip yang ada dalam pengembangan kurikulum ?

c. Apa saja fungsi dan peranan pengembangan kurikulum ?

d. Apa saja azas-azas yang ada dalam pengembangan kurikulum ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran makalah ini, yaitu untuk memberikan panduan pengembangan kurikulum kepada pembaca agar pengembangan kurikulum yang disusun dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk:

a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif

c. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan

d. Belajar untuk membangun dan menentukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls & Howard Nichools dalam Oemar Hamalik, 2008: 96). Rumusan ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.

Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni (Oemar Hamalik, 2008: 96-97):

  1. Tujuan: mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
  2. Metode dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut yang serasi menurut pertimbangan guru.
  3. Penilaian (assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
  4. Balikan (feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.

2.2 Prinsip Pengembangan Kurikulum

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum adalah kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, merupakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.

Menurut (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 150-153) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang terbagi ke dalam dua kelompok: (1) prinsip-prinsip umum: relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus: prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan menurut (Sholeh Hidayat, 2013:73-78) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

a. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

b. Prinsip berorientasi pada tujuan; yakni kurikulum sebagai suatu system, memiliki tujuan, materi, metode, strategi, organisasi, dan evaluasi. Komponen tujuan atau kopetensi merupakan titik tolak dan focus bagi komponen-komponen lainnya dalam pengembangan system tersebut.

c. Prinsip fleksibilitas dan kontinuitas, yaitu;

a) Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.

b) Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

d. Prinsip efisiensi dan efektivitas; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. Dan prinsip efektivitas yang mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

e. Prinsip inegritas; yakni pengembangan yang menunjukan adanya hubungan horizontal pengalaman belajar, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman itu dalam suatu kesatuan. Artinya, pengalaman belajar itu tidak berdiri sendiri, melainkan dapat diterapkan dalam bidang lainnya.

2.3 Fungsi dan Peranan Pengembangan Kurikulum

Mengembangkan kurikulum merupakan suatu keharusan dan tuntutan, sehingga kurikulum dipandang sebagai sesuatu yang tidak statis akan tetapi sesuatu yang dinamis, sehingga harus dikembangkan sebab pengembangan kurikulum tersebut memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi pengembangan kurikulum bagi peserta didik

Kurikulum merupakan suatu konsep tersusun atau sistematis yang sangat diperlukan bagi setiap peserta didik. Kurikulum menjadi pedoman bagi peserta didik sehingga peserta didik akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang dapat dikembangkan seirama dengan perkembangannya, agar dapat memenuhi bekal hidupnya kelak. Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada peserta didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan cultural yang berbeda dengan zaman dimana kedua orangtuanya berada.

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30)

b. Fungsi pengembangan kurikulum bagi pendidik

Adapun fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:

ü Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar pada anak didik.

ü Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum sudah tentu tugas guru sebagai pengajar dan pendidik akan lebih terarah. Pendidik adalah salah satu faktor yang sangat menntukan dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu kompenen yang berinteraksi secara aktif dalam pendidikan.

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30).

c. Fungsi pengembangan kurikulum bagi kepala sekolah

Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah,diantaranya:

ü Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervise yakni memperbaiki situasi belajar

ü Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi belajar anak kea rah yang lebih baik.

ü Sebagai pedoman dalam memberikan kepada guru atau pendidi k agar dapat memperbaiki situasi belajar

ü Sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat dijadikan pedoman untuk mengembangkan kurikulum pada masa datang.

ü Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar-mengajar.

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30).

d. Fungsi pengembangan kurikulum bagi orang tua

Kurikulum bagi orangtua, mempunyai fungsi agar orangtua dapat berpastisipasi membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalah yang menyangkut anak-anak mereka. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orangtua dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka. Dengan demikian partisipasi orangtua inipun tidak kalah penting dalam menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah. Namun tidak berarti tanggung jawab kesuksesan anaknya secara total menjadi tanggung jawab guru dan sekolah. Sebenarnya keberhasilan tersebut merupakan suatu sistem kerjasama berdasarkan fungsi masing-masing, yakni orangtua, sekolah, dan guru.Oleh karena itu, pemahaman orangtua mengenai kurikulum merupakan hal yang mutlak.

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30).

e. Fungsi pengembangan kurikulum bagi sekolah

ü pemelihara keseimbangan proses pendidikan.

Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu maka kurikulum pada tingkat atasnya dapat mengadakan penyesuaian. Misalnya, pada suatu bidang telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemeliharaanya pada kurikulum sekolah tingkat diatasnya , terutama dalam hal pemilihan bahan pengajaran. Penyesuaian bahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang bisa berakibat pemborosan waktu, dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga kesinambungan bahan pengajaran itu.

ü Penyiapan tenaga baru

Di samping itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk menyiapkan tenaga pengajar. Bila suatu sekolah atau lembaga pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru (LPTK), maka lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengajar.

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30).

f. Fungsi pengembangan kurikulum bagi masyarakat atau pemakai lulusan

Kurikulum suatu sekolah juga memiliki fungsi bagi masyarakat dan pihak pemakai lulusan sekolah bersangkutan. Dengan mengetahui kurikulum pada suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai lulusan dapat berpartisipasi dalam;

ü memberikan kontribusi,dalam memperlancar program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orangtua dan masyarakat.

ü memberikan kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja

(http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan-pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30).

Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan diatas, menurut sebagaimana Alexander Inglis dalam bukunya principle of secondary education (1918) bahwa fungsi pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:

a. Fungsi penyesuaian

Anak didik hidup dalam suatu lingkungan. Dia harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Lingkungan senantiasa berubah, tidak statis, bersifat dinamis, maka anak didik diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang demikian. Oleh Karena itu, program pendidikan yang diarahkan dengan berbagai aspek kehidupannya, sarana, dan juga usaha mereka dalam mengembangkan kehidupan sebagai individu, anggota masyarakat, dan warga Negara.

b. Fungsi pengintegrasian

Maksudnya, orientasi dan fungsi kurikulum untuk mendidik individu anak didik yang mempunyai pribadi yang integral. Mengingat individu anak didik merupakan bagian yang integral dari masyarakat, makapribadi yang integrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum kurikulum diharapkan mampu mempersiapkan anak didik agar mampu mengintegasikan diri dalam masyarakat, dengan modal pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan cara berpikir yang dimiliki, sehingga ia dapat berperan dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.

c. Fungsi pembeda

Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang berbeda-beda. Dan peran pendidikanlah untuk mengembangkan potensi- potensi yang ada itu secara wajar, sehingga anak didik dapat hidup dalam masyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan dengan pembangunan tersebut.Pendidikan harus diorientasikan kepada pengembangan potensi yang berbeda-beda dari anak didik, sehingga perlakuan terhadap mereka sepatutnya mempertimbangkan perbedaan kemampuan dan potensi masing-masing.

d. Fungsi persiapan

Kurikulum berfungsi mempersiapkan anak didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh. Apakah anak didik melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan untuk belajar di masyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Mempersiapkan untuk belajar lebih lanjut tersebut sangat diperlukan mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan anak didik, termasuk dalam pemenuhan akan minat mereka.

e. Fungsi pemilihan

Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan fungsi kurikulum itu diantaranya diferensiasi, Dimana antara diferensiasi (perbedaan) dengan pemilihan (seleksi) merupakan dua hal yang erat hubungannya. Pengakuan atas ke berbedaan berarti pula memberikan kesempatan bagi anak didik dalam hal memilih apa yang diinginkannya dan menarik minatnya. Karenanya, dalam pengembangan-pengembangan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel dan luwes. Kurikulum hendaknya dapat memberikan pilihan yang tepat sesuai dengan minat dan kemampuan peserta didik.

f. Fungsi diagnostic

Fungsi diagnostic bertujuan agar siswa dapat mengadakan evaluasi kepada dirinya, menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya, sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkannya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada, yang akhirnya dapat dikembangkan secara maksimal dalam masyarakat.

Setelah fungsi pengembangan kurikulum yang dijelaskan diatas, pengembangan kurikulum mempunyai peranan dalam proses pendidikan khususnya,yang dibedakan dalam 3 macam (Drs. Abd. Idi, M. Ed, 1999: 116) :

a) Peranan konservatif

Peranan konservatif adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda. Sekolah sebagai suatu lembaga sosial sangat berperan penting dalam mempengaruhi dan membina tingkah laku anak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada di lingkungan masyarakat, sejalan dan selaras dengan peranan pendidikan sebagai proses sosial.

b) Peranan kritis

Kurikulum selain sebagai mewariskan atau mentransmisikan nilai-nilai sosial generasi muda, juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.

c) Peranan kreatif

Kreatif dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masamendatang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu dalam mengembangkan potensi yang ada padanya, kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berfikir, berkemampuan dan ketrampilan yang baru, dalam arti memberikan manfaat bagi masyarakat.

2.4 Azas-azas Pengembanngan Kurikulum

Azas merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. Kurikulum adalah rancangan atau pedoman yang akan mengarahkan pendidikan dalam suatu pembelajaran, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan, menghasilakan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum yang tidak berlaku sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Sehingga dapat simpulkan bahwa azas pengembangan kurikulum adalah pedoman pemikiran yang dijadikan dasar untuk membuat perencanaan arah proses pembelajaran. Berikut merupakan azas-azas pengembangan kurikulum, yaitu:

a. Azas filosofis

Merupakan azas yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat Negara. Pada umumnya sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang baik, yang dimaksud dengan baik pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang dianut oleh suatu negara, guru, orangtua, masyarakat bahkan dunia.

Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.Tidak hanya hal tersebut, filsafat sangat penting digunakan untuk pertimbangan mengambil keputusan dalam setiap aspek kurikulum.

Ada beberapa aliran filsafat yang digunakan oleh para pengembang kurikulum untuk membuat keputusan yang jelas. Beberapa aliran filsafat tersebut, yaitu:

a) Aliran Perenialisme

Aliran ini menginginkan kurikulum yang dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia dan biologi. Untuk mata pelajaran yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa dan olah raga dianggap tidak terlalu penting. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi di perguruan tinggi.

b) Aliran Idealisme

Aliran ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari atas, dari dunia supra-natural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filasafat idealisme. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui wahyu. Apa yang datang dari Tuhan itu baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan. Aliran ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius.

c) Aliran Realisme

Aliran realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya. Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran embel-embel seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis.

d) Aliran Pragmatisme (Aliran Instrumentalisme/Utilitarianisme)

Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentative dan dapat berubah. Yang baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tugas guru adalah mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah, atau dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat dilakukan oleh anak sendiri, bukan karena dipompakan ke dalam otaknya.

Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis terdepan pembanguan dan perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa secara kritis menganlisis isu-isu sosial.

e) Aliran Eksistensialisme

Aliran ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Secara individual norma-norma hidup yang dimiliki oleh setiap individu itu berbeda dan ditentukan oleh masing-masing secara bebas, namum dengan pertimbangan tidak menyinggung perasaan orang lain. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri dengan penuh tanngung jawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib dan lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Bimbingan yang diberikan sering bersifat non-directive, dimana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.

b. Azas Psikologis

Azas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi. Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas sembilan aspek psikologi yang kompleks tetapi satu. Aspek-aspek tersebut dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum sebagai berikut:

a)

Aspek ketakwaan

dikembangkan dengan kelompok bidang agama

b)

Aspek cipta

dikembangkan dengan kelompok bidang studi ekstra, sosial, bahasa, dan filsafat.

c)

Aspek rasa

dikembangkan dengan kelompok bidang studi seni

d)

Aspek karsa

dikembangkan dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti, Agama, dan PPKN.

e)

Aspek karya (kreatif)

Dikembangkan melalu kegiatan penelitian, independen studi, dan pengembangan bakat.

f)

Aspekmkarya (keprigelan)

Dikembangkn dengan berbagai mata pelajaran keterampilan.

g)

Aspek kesehatan

Dikembangkan dengan kelompok bidang studi kesehatan, olahraga.

h)

Aspek sosial

Dikembangkan melalui kegiatan praktek lapangan, gotong royong, kerja bakti, KKN, PPL, dan sebagainya.

i)

Aspek karya

Dikembangkan melalui pembinan bakat dan kerja madiri.

Azas psikologis juga merupakan azas yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum, antara lain:

1) Psikologi Anak

Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi–situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya.Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya.

Pada permulaan abad ke-20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu azas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child centered curiculum).Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah:

ü Anak bukan miniatur orang dewasa.

ü Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya.

ü Faktor anak harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.

ü Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar.

ü Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.

ü Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.

2) Psikologi Belajar

Pendidikan disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak–anak dapat di didik.Anak– anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dapat mempelajari macam–macam keterampilan. Kurikulum dapat di susun dan disajikan dengan jalan yang seefektif–efektifnya agar proses keberlangsungan belajar berjalan dengan baik.

Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar juga psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum. (http://andinurdiansah.blogspot.com/asas-asas-kurikulum.html. diunduh tanggal 02/09/2013 pukul 16:35)

c. Azas Sosiologis

Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita dan kebutuhan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum para pengembang kurikulum hendaknya merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat. Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang harus dipilah-pilah, disaring dan diseleksi agar menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum. Kompleksitas kehidupan dalam masyarakat disebabkan oleh :

ü Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam,

ü Kepentingan antar individu berbeda-beda,

ü Masyarakat selalu mengalami perkembangan.

Azas Sosiologis yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain. Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya. Ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat tak dapat diabaikannya. Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu azas. Dalam hal ini pun harus kita jaga, agar azas ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat “society-centered curriculum”.

d. Azas Organisasi

Azas Organisasi yaitu azas yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Azas ini berkenaan dengan masalah dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lainnya. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa sosial yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pengembangan kurikulum yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nasution, S. 1995. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, Syaodih, Nana. 1997. Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Ahmadi, Lif Khoiru, Amri, Sofan. 2010. Strategi Pembelajaran.Jakarta: Prestasi Pustaka.

Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.Jakarta: Gaya Media Pratama.

http://andinurdiansah.blogspot.com/asas-asas-kurikulum.html. diunduh pada tanggal 02/09/2013 pukul 16:35

http://blogmerko.blogspot.com/2013/04/makalah-fungsi-dan-peranan pengembangan.html di unduh pada tanggal 04/09/2013 pada pukul 15.30